![]() |
nu.or.id |
Masjid Tuha Indrapuri, yang terletak di Desa Indrapuri, Aceh Besar, adalah salah satu situs bersejarah yang menggambarkan perjalanan panjang peradaban di Aceh. Terletak sekitar 24 kilometer dari pusat kota Banda Aceh, masjid ini berdiri kokoh di tepi Krueng Aceh, dikelilingi kebun kelapa, rambutan, dan mangga.
Dibangun pada tahun 1618 oleh Sultan Iskandar Muda, Masjid Tuha Indrapuri memiliki sejarah yang unik karena berdiri di atas reruntuhan sebuah pura dan benteng dari Kerajaan Hindu Lamuri yang pernah berjaya di Aceh pada abad ke-12. Menurut Muhammad Nur, pengurus masjid, tempat ini awalnya adalah sebuah pura yang didirikan oleh Kerajaan Hindu di Aceh sebelum dihancurkan saat Islam mulai berkembang pesat di wilayah tersebut.
Bangunan masjid ini berarsitektur punden berundak, terbuat dari kayu dengan fondasi batu yang bercampur kapur dan tanah liat. Keunikannya terletak pada atapnya yang berbentuk piramida dengan tiga tingkatan, yang mencerminkan perpaduan unsur budaya Aceh dan Hindu kuno. Atap bertingkat ini tidak hanya memberikan ciri khas visual tetapi juga berfungsi sebagai ventilasi alami yang menjaga kesejukan di dalam masjid.
Masjid Tuha Indrapuri juga menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting dalam sejarah Aceh. Pada tahun 1878, Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah dinobatkan sebagai Raja Aceh di tempat ini. Saat Istana Dalam dikuasai oleh Belanda, masjid ini menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Aceh sekaligus basis pertahanan pasukan Aceh. Bahkan, masjid ini pernah digunakan sebagai tempat pertempuran sengit antara pasukan Aceh dan serdadu kolonial Belanda.
Arsitektur masjid ini sangat sederhana namun memikat. Dengan 36 tiang penyangga dari kayu yang tersusun rapi, serta ukiran khas masa kerajaan kuno yang masih terlihat jelas. Atap piramida masjid ini dipercaya melambangkan empat tingkatan ilmu Islam: syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat.
Keunikan lain dari Masjid Tuha Indrapuri adalah konstruksinya yang tanpa menggunakan paku atau baut, melainkan dengan sistem pasak kayu. Hal ini mencerminkan teknologi bangunan kuno yang sangat canggih pada zamannya. Bangunan ini berdiri di atas lahan seluas 33.875 meter persegi, dengan denah berbentuk bujur sangkar dan tinggi mencapai 11,65 meter.
Dari segi akustik, masjid ini juga memiliki keunggulan tersendiri. Penelitian dari Universitas Syiah Kuala menunjukkan bahwa desain atap piramida bersusun tiga memiliki karakteristik suara terbaik dibandingkan dengan bangunan berbentuk kubah atau datar. Hal ini membuat suara imam atau khatib terdengar jelas tanpa perlu menggunakan mikrofon.
Masjid Tuha Indrapuri bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat pembelajaran sejarah dan kebudayaan. Dengan segala keunikannya, Masjid Tuha Indrapuri menjadi simbol penting peradaban dan sejarah di Aceh, mengingatkan kita pada kejayaan masa lalu, baik dari era Hindu maupun Islam. Diharapkan, situs bersejarah ini terus dijaga dan dilestarikan agar generasi mendatang dapat terus menikmati dan mempelajari warisan budaya yang berharga ini. (TB)