![]() |
Istimewa |
Banten Pejati adalah salah satu upakara utama dalam tradisi Hindu Bali. Sebagai simbol kesungguhan hati kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan manifestasi-Nya, Banten Pejati digunakan untuk memohon penyaksian atas pelaksanaan sebuah upacara keagamaan. Dengan tujuan utama mendapatkan keselamatan dan keharmonisan, Banten Pejati menjadi bagian penting dalam setiap upacara Panca Yadnya.
Bentuk dan penyajian Banten Pejati bervariasi di setiap daerah di Bali, bergantung pada tingkat dan jenis upacara yang dilaksanakan. Namun, secara umum, Banten Pejati dihaturkan kepada empat manifestasi utama Ida Sang Hyang Widhi, yaitu:
1. Peras kepada Sang Hyang Iswara.
2. Daksina kepada Sang Hyang Brahma.
3. Ketupat Kelanan kepada Sang Hyang Wisnu.
4. Ajuman kepada Sang Hyang Mahadewa.
Banten Pejati terdiri dari berbagai elemen yang memiliki makna simbolis mendalam:
1. Daksina
Daksina adalah simbol penghormatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam Lontar Yadnya Prakerti, Daksina melambangkan Hyang Guru, Hyang Tunggal, dan Hyang Wisnu. Unsur-unsur Daksina merepresentasikan alam semesta dan merupakan tempat bersemayam-Nya (Sthana).
2. Banten Peras
Peras adalah elemen penting dalam Banten Pejati yang berfungsi sebagai pengesahan upacara. Peras melambangkan Panca Dewata dan kekuatan Tri Guna (Sattwam, Rajasika, Tamasika). Tanpa Peras, upacara dianggap tidak lengkap.
3. Penyeneng
Penyeneng adalah simbol kehidupan yang seimbang dari lahir hingga meninggal. Alas Penyeneng berbentuk segitiga dengan berbagai elemen seperti Tepung Tawar, Jajan Begina, dan daun Dapdap yang melambangkan Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa).
4. Ketupat Kelanan
Ketupat Kelanan terdiri dari enam ketupat yang diikat dua-dua dan diletakkan melingkar. Ketupat ini adalah simbol pembersihan dan pengendalian Sad Ripu (enam musuh dalam diri manusia).
5. Sodaan (Ajuman)
Sodaan adalah persembahan sederhana kepada Ida Sang Hyang Widhi. Terdiri dari nasi penek, rerasmen, dan Sampyan Plaus, Sodaan melambangkan keteguhan batin manusia dalam memuja Tuhan.
6. Segehan
Segehan adalah persembahan kecil (kanista) dalam Bhuta Yadnya. Terbuat dari nasi dengan warna-warna simbolis (putih, merah, kuning, hitam) yang melambangkan Bhuta Tiga Sakti. Segehan berfungsi untuk menetralkan energi negatif dan mengharmoniskan Tri Guna dalam kehidupan.
Kata “Pejati” berasal dari kata “Jati” yang berarti sungguh-sungguh atau sesungguhnya. Dalam konteks spiritual, Banten Pejati mencerminkan keseriusan umat Hindu Bali dalam melaksanakan yadnya (persembahan). Selain itu, Pejati juga bermakna sebagai sarana memohon kesaksian dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas kesungguhan hati manusia dalam berbakti.
Sebagai salah satu banten pokok, Pejati mencerminkan esensi yadnya dalam tradisi Hindu Bali. Dengan menyatukan berbagai elemen yang sarat makna filosofis, Banten Pejati tidak hanya berfungsi sebagai sarana upacara, tetapi juga menjadi wujud kesungguhan dan keikhlasan hati umat Hindu dalam menghaturkan bakti kepada Tuhan. (TB)