Mengenal Pura Tri Hita Karana di Berlin Jerman: Sejarah, Pelinggih, dan Fungsinya

Author:
Share

Pura Tri Hita Karana, yang terletak di taman Garten der Welt, Berlin, Jerman, adalah simbol keberagaman budaya Indonesia yang terintegrasi di tanah Eropa. Pura ini tidak hanya menjadi tempat ibadah umat Hindu di Jerman tetapi juga sarana promosi budaya Bali kepada masyarakat internasional. Dalam artikel ini, akan dibahas sejarah berdirinya pura, pelinggih yang ada, serta makna dan fungsi pura ini.  

Pura Tri Hita Karana dibangun oleh pemerintah Jerman pada tahun 2003 di dalam Erholungspark Garten der Welt sebagai bagian dari objek wisata budaya Bali. Nama pura ini terinspirasi dari konsep Tri Hita Karana, yang bermakna “tiga sumber kebahagiaan” melalui hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam. Pura ini awalnya hanya berfungsi sebagai objek wisata, dengan tujuan memperkenalkan kebudayaan Bali kepada masyarakat Jerman dan pengunjung taman.  

Pada tahun-tahun berikutnya, umat Hindu di Berlin yang tergabung dalam kelompok Nyama Braya Bali (NBB) mulai memperjuangkan agar pura ini juga difungsikan sebagai tempat ibadah. Sejumlah kegiatan keagamaan seperti perayaan Hari Raya Kuningan (2009) dan ritual ngelinggihang Tirta (2010) mulai dilakukan untuk menyucikan pura dan menghubungkannya secara spiritual dengan Pura Besakih di Bali.  

Pada 5 Mei 2012, bertepatan dengan Purnama Jiyesta, diadakan prosesi besar berupa pemlaspasan dan ngenteg linggih. Upacara ini dipimpin oleh seorang pendeta dari Bali dengan dukungan KBRI Berlin, Kementerian Agama RI, dan Pemerintah Daerah Bali. Dalam upacara tersebut, berbagai pelinggih baru, seperti Padmasana dan Pengrurah, diresmikan untuk melengkapi pelinggih yang sudah ada. Sejak itu, Pura Tri Hita Karana resmi difungsikan sebagai tempat ibadah umat Hindu di Jerman.    

Pura ini memiliki beberapa pelinggih yang mencerminkan filosofi Hindu Bali. Berikut penjelasan masing-masing pelinggih.

1. Pelinggih Kemulan Rong Tiga

Pelinggih ini memuja Sang Hyang Tri Murti, yaitu manifestasi Tuhan sebagai Brahma (pencipta), Wisnu (pemelihara), dan Siwa (pelebur). Kemulan Rong Tiga adalah simbol harmoni kosmis dan spiritualitas yang menjadi pusat dari seluruh aktivitas keagamaan di pura.  

2. Pelinggih Taksu

Pelinggih ini memuja Dewi Saraswati, sakti dari Dewa Brahma, yang memberikan anugerah ilmu pengetahuan dan seni. Taksu juga melambangkan karisma dan keberkahan yang diberikan Tuhan kepada umat manusia.  

3. Pelinggih Pengrurah (Ratu Ngurah)  

Terletak di samping pelinggih Kemulan Rong Tiga, pelinggih ini memuja manifestasi Tuhan sebagai Bhuta Kala atau pengatur waktu. Fungsi utama pelinggih ini adalah menjaga kesucian pura dan melindungi umat dari energi negatif.  

4. Pelinggih Surya

Pelinggih ini didedikasikan kepada Dewa Surya, manifestasi Tuhan sebagai Matahari, sumber energi dan kehidupan di bumi. Pelinggih ini melambangkan pentingnya cahaya dan kekuatan dalam menjaga keseimbangan alam.  

5. Pelinggih Padmasana

Padmasana adalah pelinggih yang memuja Sang Hyang Tri Purusha, yaitu Siwa, Sada Siwa, dan Parama Siwa. Pelinggih ini melambangkan tempat tertinggi dalam konsep spiritual Hindu Bali sebagai tempat bersemayamnya Tuhan.  

6. Pelinggih Pengrurah Tambahan 

Didirikan pada tahun 2012 sebagai pelengkap, pelinggih ini juga memuja manifestasi Bhuta Kala. Pengrurah tambahan ini menguatkan fungsi pura sebagai tempat pengatur kehidupan dan harmoni waktu.  

Pura Tri Hita Karana memiliki fungsi ganda. Bagi umat Hindu di Jerman, pura ini menjadi pusat spiritual dan tempat untuk melaksanakan upacara keagamaan. Sebaliknya, bagi masyarakat lokal Jerman, pura ini adalah jendela untuk memahami keragaman budaya dan filosofi Hindu Bali.  

Keberadaan pura ini juga memperlihatkan bagaimana budaya dan agama Indonesia dapat diterima secara harmonis di Eropa. Dengan diresmikannya fungsi spiritual pura, komunitas Hindu di Berlin memiliki tempat yang sah untuk beribadah, sekaligus mempererat hubungan antaranggota komunitas.    

Sebagai bagian dari Taman Dunia (Garten der Welt), Pura Tri Hita Karana juga menjadi tempat untuk mempromosikan seni dan budaya Bali. Berbagai pertunjukan tari, seperti Legong Keraton, Kebyar Duduk, dan Calon Arang, sering diadakan untuk memperkenalkan keindahan seni Bali kepada pengunjung taman.  

Pura Tri Hita Karana di Berlin bukan sekadar bangunan, tetapi simbol integrasi budaya dan spiritualitas Bali di kancah internasional. Dengan pelinggih yang sarat makna dan sejarah perjuangan panjang umat Hindu di Berlin, pura ini menjadi saksi betapa pentingnya menjaga identitas budaya dan agama di perantauan. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!