Mengenal Upacara Magedong-Gedongan, Perlindungan Bagi Bayi dan Ibu Hamil Menurut Tradisi Hindu Bali

Author:
Share
pixabay.com

Upacara Magedong-Gedongan merupakan salah satu ritual sakral dalam tradisi Hindu Bali yang dilakukan untuk memberikan perlindungan spiritual dan keberkahan bagi ibu hamil serta bayi yang dikandungnya. Upacara ini tidak hanya sekadar rangkaian ritual, tetapi juga mengandung makna filosofis dan simbolisme yang dalam, mencerminkan hubungan erat masyarakat Hindu Bali dengan nilai-nilai spiritual dan alam semesta.

Makna Filosofis dan Tujuan

Upacara Magedong-Gedongan dilaksanakan setelah tahap Pengrujakan, di mana bahan upakaranya terbuat dari berbagai jenis buah yang mencakup berbagai rasa seperti manis, pahit, masam, sepet, pedas, dan asin.

Pelaksanaan idealnya dilakukan saat kandungan berumur 5 bulan menurut kalender Bali, sekitar 175 hari atau 6 bulan kalender. Tujuan utama dari upacara ini adalah untuk menjamin kelahiran anak yang selamat dan menjadi “Suputra” atau putra yang baik.

Selain itu, upacara ini juga bertujuan untuk memberikan perlindungan spiritual bagi ibu hamil dari segala macam gangguan roh jahat dan energi negatif yang dapat mengganggu kehamilan dan kesehatan ibu.

Pantangan dan Brata

Selama menjalani upacara Magedong-Gedongan, ada sejumlah pantangan atau brata yang harus diikuti oleh orang tua bayi yang masih dalam kandungan. Mereka dilarang mendengarkan kata-kata yang bisa menimbulkan kemarahan, mengomel, berkata-kata kasar, atau melakukan perilaku negatif lainnya. Hal ini dilakukan untuk menjaga keharmonisan dan ketenangan dalam proses kehamilan.

Simbolisme Magedong-Gedongan

Kata Magedong-Gedongan berasal dari bahasa Bali, di mana “gedong” berarti gua atau dalam, dan “garba” berarti perut. Secara harfiah, Magedong-Gedongan menggambarkan pintu kehidupan pertama yang berada dalam perut ibu.

Dalam konteks upacara ini, simbolisme tersebut mengandung makna bahwa upacara ini adalah persembahan untuk membersihkan dan melindungi bayi yang akan segera lahir dari segala rintangan dan ancaman.

Pelaksanaan Upacara

Upacara Magedong-Gedongan melibatkan serangkaian ritual yang diawali dengan mandi di sungai atau sumur, yang dilakukan oleh sang ibu hamil.

Sang suami atau calon ayah melakukan pembersihan pinggir sungai dengan sabit, atau mempersiapkan sumur sebagai alternatif, sebagai simbol pembersihan jalan lahir bayi. Ini dilakukan dengan harapan bahwa bayi akan terlahir dengan selamat tanpa hambatan.

Mantra

Selama pelaksanaan upacara, mantra-mantra khusus dibacakan sebagai bagian dari rangkaian upakara. Mantra-mantra ini mengandung doa-doa untuk keselamatan ibu dan bayi, memohon perlindungan dari Dewa-dewi, serta mengharapkan kelancaran proses kelahiran.

Salah satu mantram yang umum digunakan adalah:

Om Sang Hyang Paduka Ibu Pertiwi, Bhatari Gayatri, Bhatari Savitri, Bhatari Suparni, Bhatari Wastu, Bhatari Kedep, Bhatari Angukuhi, Bhatari Kundang Kasih, Bhatari Kamajaya Kamaratih, makadi pakulun Hyang Widyadara Widyadari, Hyang Kuranta Kuranti, sama daya ika tadah saji aturan manusa, Ira si … (sebut nama suami istri), ajakan saruwangan Ira amangan, anginum, menawi ana kirangan kaluputan ipun, denagung ampurane manusa nira, mangke ulun aminta nugraha ring sira samuha aja, sira angedongin angancingin, mwang anyangkalen, uwakakena lawangira, salacak dana uwakekenaden alon, sepungana nuta anakanakandenipun denapekik, dirghayusayowana weta urip tan hana saminaksan ipun. Om Sidhirastu Svaha.

Artinya:

Om Sang Hyang Widhi dalam manifestasi Bhatari Gayatri, Bhatari Sawitri, Bhatari Suparni, Bhatari Wastu, Bhatari Kedep, Bhatari Angkuni, Bhatari Kundang Kasih, Bhatari Kamajaya Kamaratih, seperti Yang Mulia Hyang Widhidara-Widhidari, Hyang Kuranta-kuranti, kesemuanya silahkan menikmati persembahan hamba-Mu (sebutkan nama yang diupacarai), sertakan semuanya menikmati makanan-minuman, seandainya ada yang kurang karena kelupaan olehnya, mohon dimaafkan hambamu, hamba mohon waranugrahaMu janganlah dikekang, dikunci, maupun diciderai Sang Hyang Widhi semoga tidak mendapatkan halangan, bukakanlah pintu keselamatan, panjang umur dan kebahagiaan, semoga permohonan hamba terpenuhi.

Kesimpulan

Upacara Magedong-Gedongan tidak hanya merupakan ritual keagamaan, tetapi juga sebuah persembahan spiritual dalam tradisi Hindu Bali yang menghubungkan keluarga dengan alam semesta. Melalui upacara ini, masyarakat Bali memperkuat ikatan spiritual mereka dengan nilai-nilai luhur yang diwarisi dari nenek moyang, sambil memastikan kelahiran anak dengan selamat dan dilindungi oleh energi positif dari alam semesta.

Dengan menghormati tradisi dan menjalankan upacara sesuai dengan aturan yang ada, mereka meyakini bahwa mereka dapat menciptakan lingkungan yang harmonis bagi pertumbuhan dan perkembangan keluarga mereka.

Sumber dan Referensi

1. Ni Luh Ayu Eka Damayanti Widya Genitri. (2020). Pelaksanaan Upacara Magedong-Gedongan pada Masyarakat Hindu di Kota Palu. Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu. Volume 11 Nomor 1, halaman 60-70. ISSN: 2302-9102.

2. Bali Kementerian Agama. Memaknai Upacara Magedong-Gedongan. Diperoleh dari [https://bali.kemenag.go.id/badung/berita/1810/memaknai-upacara-magedong-gedongan]

3. Babad Bali. Diperoleh dari [www.babadbali.com]

 

 

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!