![]() |
Istimewa |
Wayan Tarma atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Dolar adalah seniman serba bisa dan merupakan pelawak legendaris dalam drama gong era 1980-an. Gaya khas dan kepiawaiannya dalam melawak menjadikannya salah satu tokoh tak tergantikan dalam dunia seni lawak tradisional Bali. Namun kini ia telah tiada.
Dolar lahir pada 31 Desember 1954 dan berasal dari Banjar Siladan, Desa Tamanbali, Kabupaten Bangli. Namanya meroket ketika ia berpasangan dengan Petruk, menciptakan duet lawak yang begitu lekat di hati para pecinta drama gong. Selain itu, Dolar juga dikenal satu angkatan dengan Gangsar, Gingsir, Lodra, Luh Mongkeg, dan Yudana Sang Raja Buduh.
Sebagai seorang pelawak, Dolar memiliki ciri khas yang kuat. Gestur unik, permainan kata yang cerdas, serta ekspresi wajah yang jenaka membuat penampilannya selalu dinantikan. Keberadaannya di panggung drama gong tak hanya menghadirkan gelak tawa, tetapi juga menyampaikan kritik sosial dengan cara yang menghibur.
Namun, perjalanan kariernya tidak selalu mulus. Seiring waktu, Dolar dan Petruk mengalami perbedaan pandangan yang membuat mereka akhirnya memilih jalan masing-masing dalam berkesenian. Meski begitu, nama Dolar tetap dikenang sebagai salah satu pelawak legendaris Bali.
Sebagai bentuk apresiasi atas kiprahnya, Dolar menerima sejumlah penghargaan, termasuk Piagam Dharma Kusuma dari Gubernur Bali pada tahun 2013. Penghargaan ini merupakan bukti bahwa dedikasi dan kontribusinya dalam dunia seni lawak tradisional begitu besar.
Dolar menghembuskan napas terakhir pada 9 Juli 2016, bertepatan dengan Hari Raya Tumpek Landep, di RSUD Bangli. Ia meninggal di usia 65 tahun akibat komplikasi penyakit yang dideritanya sejak 2012, termasuk diabetes, jantung, dan stroke. Sebelum dirawat, ia sempat mengalami muntah darah pada pagi hari, yang kemudian membuat keluarga membawanya ke rumah sakit.
Menariknya, sehari sebelum wafat, Dolar masih sempat metembang Geguritan di halaman rumahnya bersama keluarga. Hal ini menunjukkan betapa cintanya ia terhadap seni, bahkan hingga akhir hayatnya.
Dolar meninggalkan dua istri, Ni Wayan Jepun dan Ni Wayan Wardani, serta tiga anak yakni Ni Wayan Tunjung, I Nengah Suryadiputra, dan I Komang Edi Suandana. Selain itu, ia juga memiliki empat cucu yang menjadi bagian dari warisan keluarganya.
Prosesi ngaben Dolar dilaksanakan pada 16 Juli 2016 di Setra Santi Banjar Siladan Sima, Desa Pakraman Tamanbali, Bangli. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi dunia seni Bali, terutama bagi para pecinta drama gong yang masih merindukan tawa khasnya.
Meski telah tiada, nama Dolar tetap hidup di hati masyarakat Bali. Gaya lawaknya yang khas, karakter-karakter yang ia perankan, serta kontribusinya dalam dunia seni drama gong membuatnya tetap dikenang sebagai salah satu pelawak terbaik yang pernah dimiliki Bali.
Sosoknya mengajarkan bahwa seni bukan hanya hiburan, tetapi juga warisan budaya yang harus dijaga. Dolar telah meninggalkan panggung dunia, namun tawanya akan selalu menggema dalam kenangan banyak orang. (TB)