Tjokorda Gde Raka Soekawati adalah sosok pemimpin yang berperan penting dalam sejarah politik Indonesia, khususnya di wilayah timur Nusantara. Lahir di Ubud, Gianyar, Bali, pada 15 Januari 1899, ia merupakan satu-satunya Presiden Negara Indonesia Timur (NIT), yang menjabat sejak 1946 hingga pembubaran negara tersebut pada 1950.
Sebagai seorang bangsawan dari kasta ksatria, ia memiliki latar belakang pendidikan dan politik yang kuat, yang membawanya ke panggung nasional di masa-masa kritis perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sejak muda, Tjokorda Gde Raka Soekawati telah menunjukkan kecakapannya dalam pemerintahan dan administrasi.
Ia menempuh pendidikan di sekolah pejabat Indonesia dan pada 1918 ditunjuk sebagai calon pejabat oleh auditor Bandung. Tak lama setelah itu, ia menjabat sebagai “mantripolitie” di Denpasar dan pada 1919 dipromosikan menjadi Punggawa di Ubud.
Dedikasi serta kepemimpinannya yang menonjol membawanya menjadi anggota Dewan Rakyat pada 1924 hingga 1927, serta menjadi anggota delegasi dewan yang berperan dalam perumusan kebijakan kolonial.
Pada akhir 1931, ia memperluas wawasannya dengan belajar ke Eropa, kemudian melanjutkan ke Belanda pada 1932 untuk mendalami bidang pertanian dan peternakan. Pengalaman internasional ini memperkaya perspektifnya dalam membangun pemerintahan yang lebih modern.
Dalam Konferensi Denpasar pada Desember 1946, Tjokorda Gde Raka Soekawati terpilih sebagai Presiden Negara Indonesia Timur. Negara ini dibentuk sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS), yang merupakan hasil kompromi antara Belanda dan Indonesia dalam perundingan pasca-Proklamasi Kemerdekaan.
Namun, semangat nasionalisme tetap membara dalam kepemimpinannya. Sebagai Presiden NIT, ia menghadapi tantangan besar dalam menyatukan berbagai kepentingan politik dan budaya di wilayah timur Indonesia.
Namun, dengan keahlian diplomatiknya, ia berhasil merumuskan kebijakan yang mengakomodasi aspirasi masyarakat setempat sekaligus mempertahankan integrasi dengan Indonesia secara keseluruhan.
Puncaknya, pada 21 April 1950, ia memainkan peran krusial dalam merundingkan integrasi Indonesia Timur ke dalam Republik Indonesia, mengakhiri eksistensi negara bagian tersebut demi persatuan nasional.
Tjokorda Gde Raka Soekawati memiliki dua istri. Istri pertamanya, Gusti Agung Niang Putu, adalah wanita Bali yang memberinya seorang putra, Tjokorda Ngurah Wim Sukawati. Pada 1933, ia menikah dengan seorang wanita Prancis, Gilberte Vincent, dan dikaruniai dua orang anak.
Tjokorda Gde Raka Soekawati wafat pada 1967, meninggalkan jejak sebagai pemimpin yang memainkan peran strategis dalam sejarah Indonesia Timur. Dedikasinya terhadap integrasi nasional tetap dikenang sebagai salah satu langkah awal dalam membangun Indonesia sebagai negara kesatuan yang utuh. (TB)