![]() |
Istimewa |
Seorang
pria berkewarganegaraan Nigeria berinisial EEA (30) dideportasi oleh Rumah
Detensi Imigrasi Denpasar, Bali.
Pria
itu dideportasi karena overstay atau tinggal di Indonesia melebihi masa
tinggalnya menurut Pasal 78 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian.
Kepala
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kakanwil Kemenkumham)
Bali, Anggiat Napitupulu dalam rilisnya mengatakan sebelumnya pada 23 Juli 2019
silam, WNA kelahiran Aba, Nigeria tersebut tiba di Bandara Internasional
Soekarno Hatta dari Abuja, Nigeria.
Ia
datang ke Indonesia dengan menggunakan Visa Kunjungan B211 dengan bertujuan
untuk berbisnis pakaian dengan membeli pakaian anak-anak di Indonesia dan
mengirimnya ke Nigeria untuk dijual.
Izin
kunjungan itu sendiri berlaku selama 30 hari dan berakhir pada tanggal 21
Agustus 2019.
Namun
setelah izinnya tersebut habis, pria ini tak memperpanjang izinnya dan tidak
meninggalkan wilayah Indonesia.
“Ia
mengaku tidak kembali ke Nigeria karena bisnisnya tidak lancar sehingga ia
kehabisan uang, kemudian setelah ia memiliki uang ternyata sudah overstay dan
menurut teman-temannya di Afrika jika ia mengurus visa setelah overstay akan
ditangkap dan dipenjara,” kata Anggiat.
Karena
ketakutan akan hal tersebut ia belum mengurus izin keimigrasiannya hingga pada
5 Maret 2022 pihak Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai berhasil
mengamankan EEA di Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Diketahui
saat itu pria ini akan melakukan penerbangan domestik dari Jakarta menuju Bali
yang diduga akan menggunakan surat keterangan hasil PCR palsu.
Selanjutnya
petugas dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Denpasar kemudian
melakukan validasi terhadap surat keterangan PCR WN Nigeria tersebut. Hasil
validasi menyatakan bahwa surat keterangan PCRnya asli.
Namun,
ketika ditanya lebih lanjut, WN Nigeria tersebut tidak bisa menunjukkan paspor
kepada petugas sehingga ia digiring ke Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI
Ngurah Rai untuk dilakukan pemeriksaan dan disana ia menunjukkan dokumen
perjalanannya dan dinyatakan telah overstay lebih dari dua setengah tahun,
tepatnya selama 927 hari.
Bahkan
berdasarkan pemeriksaan awal diduga ia telah melakukan penipuan secara online
berkedok hubungan asmara dengan merayu wanita-wanita untuk mengirimkan uang
kepadanya.
Selanjutnya
dikarenakan pendeportasian belum dapat dilakukan maka Kantor Imigrasi Kelas I
Khusus TPI Ngurah Rai menyerahkan ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar
pada 17 Maret 2022 untuk didetensi dan diupayakan pendeportasiannya lebih
lanjut.
Sementara
itu, Kepala Rudenim Denpasar, Babay Baenullah mengatakan setelah EEA didetensi
selama 4 bulan dan 17 hari dan jajarannya telah mengupayakan koordinasi ke
pihak terkait dalam penyediaan tiketnya dan telah siapnya administrasi,
akhirnya pria ini dideportasi dengan terlebih dahulu melakukan PCR test.
EEA
dideportasi ke negaranya menggunakan maskapai Super Air Jet IU741 dari Bandara
Internasional Ngurah Rai Bali menuju Bandara Internasional Soekarno Hatta
Tangerang, Banten.
Kemudian
dilanjutkan menggunakan pesawat Ethiopian Airlines pada pukul 20.35 WIB, dengan
nomor penerbangan ET629 tujuan Jakarta (CGK) – Bangkok (BKK) – Addis Ababa
(ADD), dilanjutkan dengan ET951 Addis Ababa (ADD) – Abuja (ABV).
Dua
petugas Rudenim Denpasar mengawal dengan ketat dari Bali sampai ia dideportasi.
EEA
yang telah dideportasi akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat
Jenderal Imigrasi.
“Setelah
kami melaporkan pendeportasian, keputusan penangkalan lebih lanjut akan
diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan
seluruh kasusnya,” katanya. (TB)