Di tengah modernisasi yang terus menggeliat, masih ada jejak sejarah yang terlupakan, salah satunya adalah sumur tua di Banjar Suci, Denpasar, Bali.
Sumur ini bukan sekadar sumber air biasa. Dibangun pada tahun 1966 di atas lahan milik Putu Gede Suena (alm), seorang tokoh masyarakat, prajuru desa, dan pejuang masa penjajahan, sumur tersebut pernah menjadi pusat aktivitas warga Banjar Suci.
Pada masa itu, tidak banyak rumah yang dilengkapi kamar mandi pribadi.
Warga memanfaatkan sumur ini sebagai tempat mandi, mencuci, dan memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
Dibangun atas inisiatif Putu Gede Suena bersama masyarakat setempat, pemandian umum ini berperan penting dalam kehidupan warga.
Letaknya yang dekat aliran Tukad Badung semakin mempermudah akses air bersih bagi mereka.
Namun, seiring berjalannya waktu, tempat ini perlahan mulai kehilangan fungsinya.
Ketika pembangunan merambah ke pelosok-pelosok rumah warga dan kamar mandi pribadi mulai menjadi hal umum, sumur tersebut pun ditinggalkan.
Kini, meski masih menampung air, tempat itu hanya tersisa sebagai kenangan dari masa lalu.
Lingkungannya tetap terjaga seadanya oleh beberapa warga yang menghormati sejarah yang melekat di sana.
Saat mendekati area tersebut, ada pilar-pilar sumur yang masih berdiri tegak.
Di salah satu bagiannya, terukir angka “1966” sebagai penanda tahun pendirian. Angka ini menjadi saksi bisu bahwa dulunya sumur itu ramai digunakan untuk mandi, mencuci, dan keperluan sehari-hari, terutama ketika kamar mandi masih menjadi fasilitas mewah yang tak semua orang miliki.
Sayangnya, kini sumur ini terbengkalai. Menurut keterangan warga sekitar, tempat ini sudah lama tak dipakai, seiring perkembangan zaman yang membuat setiap rumah memiliki sumur dan kamar mandi pribadi.
Jejak pemandian umum yang pernah menjadi pusat kehidupan sosial warga Banjar Suci perlahan memudar, tergantikan oleh modernitas yang membawa perubahan besar dalam pola hidup masyarakat.
Meski begitu, bagi mereka yang masih mengenang masa lalu, sumur tua ini tetap menjadi simbol dari kebersamaan warga Banjar Suci di masa lampau, ketika air bukan hanya kebutuhan, tetapi juga penghubung solidaritas komunitas yang pernah erat terjalin. (TB)