![]() |
Istimewa/net. |
Umat Hindu sudah sangat akrab dengan Pura Uluwatu. Dimana pura ini sudah sangat terkenal dan kerap dikunjungi untuk melakukan persembahyangan.
Selain itu, kawasan pura ini juga menyajikan panorama yang indah sehingga menjadi salah satu destinasi wisata.
Pura Luhur Uluwatu atau Pura Uluwatu berlokasi di Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.
Pura ini dibangun di atas anjungan batu karang yang menjorok ke laut. Pura Uluwatu termasuk dalam Pura Sad Kayangan Jagat yang dipercaya sebagai penyangga dari 9 mata angin.
Dipercaya, jika di pura inilah Dang Hyang Nirartha, yang datang ke Bali pada akhir tahun 1550, Moksa atau Ngeluhur.
Pura Uluwatu memiliki beberapa pura pesanakan yaitu Pura Bajurit, Pura Pererepan, Pura Kulat, Pura Dalem Selonding dan Pura Dalem Pangleburan.
Masing-masing pura ini mempunyai kaitan erat dengan Pura Uluwatu, terutama pada hari-hari piodalan-nya. Piodalan di Pura Uluwatu, Pura Bajurit, Pura Pererepan dan Pura Kulat jatuh pada Selasa Kliwon Wuku Medangsia setiap 210 hari.
Dalam sistem Dewata Nawa Sanga, di Pura Uluwatu dipuja Dewa Rudra penguasa arah barat daya. Pura Luhur Uluwatu ini dikelola oleh Desa Adat Pecatu.
Dilansir dari situs kebudayaan.kemdikbud.go.id, secara etimologis Uluwatu berasal dari kata Ulu berarti ujung, atas, atau puncak, dan Watu berarti Batu. Pura Uluwatu diartikan tempat suci yang dibangun di puncak batu karang.
Terkait sejarah berdirinya pura ini terdapat dua versi. Versi pertama menyebutkan Pura Uluwatu didirikan oleh Empu Kuturan pada abad ke-9, pada masa pemerintahan Raja Marakata.
Sementara versi lain mengaitkan pembangunan Pura Uluwatu dengan Dang Hyang Nirartha, seorang pedanda (pendeta) yang berasal dari Jawa Timur datang ke Bali pada tahun 1546 M, yaitu pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong.
Sang Pedanda kemudian mendirikan Pura Uluwatu di Bukit Pecatu. Setelah melakukan perjalanan spiritual berkeliling Pulau Bali, Dang Hyang Nirartha kembali ke Pura Uluwatu, di pura inilah Sang Pedanda moksa atau ngeluhur. Kata inilah yang menjadi asal nama Pura Luhur Uluwatu.
Dalam Lontar Usana Bali disebutkan bahwa Mpu Kuturan atau Mpu Rajakreta banyak mendirikan Pura di Bali termasuk Pura Uluwatu. Mpu Kuturan dipandang identik dengan Senapati Kuturan yaitu tokoh sejarah yang hidup pasa masa pemerintahan Raja Udayana, Marakata dan anak wungsu pada ke-11.
Beliau merupakan salah seorang yang duduk di dalam lembaga “Pakira-kiran i jro Makabehan” (sejenis lembaga nyang memberikan nasehat pada raja).
Berdasarkan lontar tersebut, maka diperkirakan Pura Uluwatu telah ada pada awal abad ke-11 sejak datangnya Mpu Kuturan ke Bali. Dalam Lontar Padma Bhuwana disebutkan juga tentang pendirian Pura Luhur Uluwatu sebagai Pura Padma Bhuwana oleh Mpu Kuturan pada abad ke-11.
Pura Luhur Uluwatu didirikan berdasarkan konsepsi Sad Winayaka dan Padma Bhuwana. Sebagai pura yang didirikan dengan konsepsi Sad Winayaka, Pura Luhur Uluwatu sebagai salah satu dari Pura Sad Kahyangan untuk melestarikan Sad Kertih yang terdiri atas Atma Kerti, Samudra Kerti, Danu Kerti, Wana Kerti, Jagat Kerti dan Jana Kerti).
Sedangkan sebagai pura yang didirikan berdasarkan Konsepsi Padma Bhuwana, Pura Luhur Uluwatu didirikan sebagai aspek Tuhan yang menguasai arah barat daya. Pemujaan Dewa Siwa Rudra adalah pemujaan Tuhan dalam memberi energi kepada ciptaannya.
Pura Luhur Uluwatu juga memiliki beberapa Pura Prasanak atau Jajar Kemiri. Pura Prasanak tersebut antara lain Pura Parerepan di Desa Pecatu, Pura Dalem Kulat, Pura Karang Boma, Pura Dalem Selonding, Pura Pangeleburan, Pura Batu Metandal dan Pura Goa Tengah.
Semua Pura Prasanak tersebut berada di sekitar wilayah Pura Luhur Uluwatu di Desa Pecatu. Umumnya Pura Kahyangan Jagat memiliki Pura Prasanak. Pura Prasanak ini merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pura Luhur Uluwatu. Pura Prasanak tersebut berada dalam radius sekitar lima kilometer Pura Luhur Uluwatu. (TB)