Pura
Melanting namanya. Letaknya di Bali utara. Pura ini terletak berdekatan dengan Pura Pulaki, maupun Pura
Kerta Kawat. Secara administratif, Pura Melanting terletak di desa Banyupoh,
Kecamatan Grokgak, Buleleng.
Melanting namanya. Letaknya di Bali utara. Pura ini terletak berdekatan dengan Pura Pulaki, maupun Pura
Kerta Kawat. Secara administratif, Pura Melanting terletak di desa Banyupoh,
Kecamatan Grokgak, Buleleng.
Ciri
khas dari pura ini yakni bisa dilihat dari gapuranya. Gapura pura ini berbentuk
melengkung yang diatasnya berisi hiasan yang mirip seperti kayonan dalam
wayang. Juga ada beberapa anak tangga yang mesti dilewati sebelum pemedek
sampai di areal tengah pura. Selain itu, yang mencolok, beberapa pelinggih di
dalam pura juga dicat dengan warna hijau yang dipadukan dengan warna prada.
khas dari pura ini yakni bisa dilihat dari gapuranya. Gapura pura ini berbentuk
melengkung yang diatasnya berisi hiasan yang mirip seperti kayonan dalam
wayang. Juga ada beberapa anak tangga yang mesti dilewati sebelum pemedek
sampai di areal tengah pura. Selain itu, yang mencolok, beberapa pelinggih di
dalam pura juga dicat dengan warna hijau yang dipadukan dengan warna prada.
Konon,
keberadaan pura ini terkait dengan kedatangan Danghyang Nirarta atau Pedanda
Sakti Wawu Rauh yang datang ke Bali dari Jawa. Dikisahkan, Danghyang Nirarta
datang ke Bali bersama sang istri, Danghyang Biyang Ketut atau Danghyang Biyang
Patni Keniten yang berasal dari Belambangan.
keberadaan pura ini terkait dengan kedatangan Danghyang Nirarta atau Pedanda
Sakti Wawu Rauh yang datang ke Bali dari Jawa. Dikisahkan, Danghyang Nirarta
datang ke Bali bersama sang istri, Danghyang Biyang Ketut atau Danghyang Biyang
Patni Keniten yang berasal dari Belambangan.
Dalam
perjalanan, ketika memasuki wilayah Banyupoh, sang istri yang tengah hamil tua
tak kuasa melanjutkan perjalanan. Ida merasa bahwa kakinya nyeri, ngilu dan
bahkan tak bisa digerakkan. Oleh karena Danghyang Nirarta masih harus menempuh
perjalanan yang sangat jauh, dengan berbagai pertimbangan akhirnya sang istri
ditinggal di sana. Di sana sang istri ditemani oleh beberapa pengiring dan juga
putrinya, Dyah Ayu Swabawa. Sebelum pergi, Danghyang Nirarta berjanji akan
mengirim utusan ke sana.
perjalanan, ketika memasuki wilayah Banyupoh, sang istri yang tengah hamil tua
tak kuasa melanjutkan perjalanan. Ida merasa bahwa kakinya nyeri, ngilu dan
bahkan tak bisa digerakkan. Oleh karena Danghyang Nirarta masih harus menempuh
perjalanan yang sangat jauh, dengan berbagai pertimbangan akhirnya sang istri
ditinggal di sana. Di sana sang istri ditemani oleh beberapa pengiring dan juga
putrinya, Dyah Ayu Swabawa. Sebelum pergi, Danghyang Nirarta berjanji akan
mengirim utusan ke sana.
Di
tempat itu, Danghyang Biyang Patni Keniten bersama pengikutnya membangun sebuah
pemukiman, membuka sawah dan juga ladang serta memberikan ilmu kepada
masyarakat di sekitarnya. Hingga akhirnya Ida melahirkan seorang anak lelaki
bernama Bagus Bajra. Nama ini diberikan sesuai dengan permintaan Danghyang
Nirarta.
tempat itu, Danghyang Biyang Patni Keniten bersama pengikutnya membangun sebuah
pemukiman, membuka sawah dan juga ladang serta memberikan ilmu kepada
masyarakat di sekitarnya. Hingga akhirnya Ida melahirkan seorang anak lelaki
bernama Bagus Bajra. Nama ini diberikan sesuai dengan permintaan Danghyang
Nirarta.
Daerah
yang ditempati lama kelamaan menjadi ramai dengan kehadiran masyarakat yang
ingin belajar dan setia padanya. Bahkan, Danghyang Biyang Patni Keniten juga
disebut sebagai Mpu Biyang, yang bermakna ibu dari masyarakat yang ada di sana.
yang ditempati lama kelamaan menjadi ramai dengan kehadiran masyarakat yang
ingin belajar dan setia padanya. Bahkan, Danghyang Biyang Patni Keniten juga
disebut sebagai Mpu Biyang, yang bermakna ibu dari masyarakat yang ada di sana.
Dyah
Ayu Swabawa tumbuh menjadi orang yang cerdas terutama dalam ilmu berdagang. Nasihat
yang diberikan salah satunya memikat pembeli dengan membantu dalam memilih
barang-barang yang mau dibeli. Karena daerah tersebut kemudian ramai dikunjungi
oleh saudagar, maka perlahan berubah menjadi pusat perdagangan.
Ayu Swabawa tumbuh menjadi orang yang cerdas terutama dalam ilmu berdagang. Nasihat
yang diberikan salah satunya memikat pembeli dengan membantu dalam memilih
barang-barang yang mau dibeli. Karena daerah tersebut kemudian ramai dikunjungi
oleh saudagar, maka perlahan berubah menjadi pusat perdagangan.
Akan
tetapi, Dyah Ayu Swabawa selalu menantikan utusan sang ayah datang ke
tempatnya. Bahkan ia selalu naik ke pohon dan bergelantungan berharap dari atas
pohon bisa melihat kedatangan utusan ayahnya. Oleh masyarakat di sana diberi
nama Dyah Ayu Melanting.
tetapi, Dyah Ayu Swabawa selalu menantikan utusan sang ayah datang ke
tempatnya. Bahkan ia selalu naik ke pohon dan bergelantungan berharap dari atas
pohon bisa melihat kedatangan utusan ayahnya. Oleh masyarakat di sana diberi
nama Dyah Ayu Melanting.
Warga
setempat juga sering memohon nasihat dan pertolongan pada Danghyang Biyang
Patni Keniten sehingga Ida diberi nama Empu Alaki, atau orang yang arif dan
bersuami.
setempat juga sering memohon nasihat dan pertolongan pada Danghyang Biyang
Patni Keniten sehingga Ida diberi nama Empu Alaki, atau orang yang arif dan
bersuami.
Lama-kelamaan
karena usianya semakin menua, Danghyang Biyang Patni Keniten tak juga mendengar
kabar suaminya yang membuatnya putus asa. Sambil menangis di depan tempat
pemujaan, Ida memohon agar dirinya bersama seluruh warga diijinkan menunggu
hingga nanti. Atas permintaannya, Dewata memberikan syarat, Ida bersama
warganya akan tetap hidup namun tak ada yang bisa melihatnya untuk mencegah
adanya iri hati dari umat lain atas karunia umur abadi ini.
karena usianya semakin menua, Danghyang Biyang Patni Keniten tak juga mendengar
kabar suaminya yang membuatnya putus asa. Sambil menangis di depan tempat
pemujaan, Ida memohon agar dirinya bersama seluruh warga diijinkan menunggu
hingga nanti. Atas permintaannya, Dewata memberikan syarat, Ida bersama
warganya akan tetap hidup namun tak ada yang bisa melihatnya untuk mencegah
adanya iri hati dari umat lain atas karunia umur abadi ini.
Pada
akhir kisahnya, Danghyang Nirarta menyadari hal itu setelah Ida moksa di Pura
Uluwatu. Danghyang Patni Keniten bersama Dyah Ayu Melanting dan Bagus Bajra juga
moksa setelah itu.
akhir kisahnya, Danghyang Nirarta menyadari hal itu setelah Ida moksa di Pura
Uluwatu. Danghyang Patni Keniten bersama Dyah Ayu Melanting dan Bagus Bajra juga
moksa setelah itu.
Tempat
tinggal mereka kemudian dikenal dengan Pulaki. Sementara Dyah Ayu Melanting
berstana di pura Melanting, serta Pangeran Bajra di Pura Kerta Kawat. Ketiga
pura ini memang memiliki lokasi yang berdekatan. Hingga kini Dyah Ayu Melanting
tetap melimpahkan berkat pada para pedagang hang mau memilihkan barang dagangan
terbaik kepada pembelinya.
tinggal mereka kemudian dikenal dengan Pulaki. Sementara Dyah Ayu Melanting
berstana di pura Melanting, serta Pangeran Bajra di Pura Kerta Kawat. Ketiga
pura ini memang memiliki lokasi yang berdekatan. Hingga kini Dyah Ayu Melanting
tetap melimpahkan berkat pada para pedagang hang mau memilihkan barang dagangan
terbaik kepada pembelinya.
Para
pemedek yang memiliki profesi sebagai pedagang biasanya akan meminta berkah ke
pura ini. Para pedagang biasanya membawa daksina lingga ke pura ini untuk
didoakan. Daksina lingga tersebut yang merupakan simbol Dyah Ayu Melanting akan
diletakkan di plangkiran pedagangan. (TB)
pemedek yang memiliki profesi sebagai pedagang biasanya akan meminta berkah ke
pura ini. Para pedagang biasanya membawa daksina lingga ke pura ini untuk
didoakan. Daksina lingga tersebut yang merupakan simbol Dyah Ayu Melanting akan
diletakkan di plangkiran pedagangan. (TB)