Ramai Informasi Dilarang Pajang Ogoh-ogoh di Pinggir Jalan, MDA Denpasar Tegaskan Tak Ada Larangan

Author:
Share

Majelis Desa Adat (MDA) Kota Denpasar Bali menegaskan bahwa tidak ada kebijakan yang melarang pemajangan ogoh-ogoh di pinggir jalan menjelang Malam Pangerupukan rangkaian Nyepi. Hal ini disampaikan sebagai respons atas informasi yang beredar luas di masyarakat terkait dugaan larangan tersebut.

Ketua MDA Kota Denpasar, AA Ketut Sudiana, dalam keterangannya pada Kamis 20 Maret 2025, menjelaskan bahwa pihaknya selalu terlibat dalam rapat koordinasi terkait rangkaian Hari Suci Nyepi.

BACA JUGA  Makna Penyajaan Galungan, Lengkap Penjelasan, Momen Mengendalikan Diri Menyambut Galungan

Dalam setiap pertemuan, baik yang diadakan oleh Pemerintah Kota Denpasar maupun Polresta Denpasar, tidak pernah ada keputusan yang membahas atau menetapkan larangan memajang ogoh-ogoh di pinggir jalan.

“Saya rasa tidak ada aturan yang melarang hal tersebut. Dalam berbagai rapat koordinasi, baik di tingkat Pemkot maupun Polresta, tidak pernah ada pembahasan mengenai pelarangan ogoh-ogoh di pinggir jalan. Hanya saja, ada imbauan agar penempatan ogoh-ogoh tidak sampai mengganggu aktivitas masyarakat. Kami yakin bahwa STT dan masyarakat sudah memahami hal ini dengan baik,” jelasnya.

BACA JUGA  Sejarah Desa Tinggarsari Buleleng, Bermula dari Kendengan yang Warganya Diserang dengan Menyamar

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pelaksanaan ritual Tawur Kasanga serta pengarakan ogoh-ogoh merupakan kewenangan penuh Desa Adat sesuai dengan dresta yang berlaku.

Namun, secara teknis, aturan terkait tetap berpedoman pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Denpasar Nomor 9 Tahun 2024 tentang Pelestarian Ogoh-Ogoh.

Dalam aturan tersebut, pengarakan ogoh-ogoh diperbolehkan mulai pukul 16.00 Wita hingga 00.00 Wita dengan ketentuan tidak menggunakan soundsystem.

BACA JUGA  Biodata dan Profil I Made Rian Diana Kartika, Anggota DPRD Kota Malang Asal Jembrana, Pernah Jadi Ketua Dewan

“Tradisi ogoh-ogoh ini memiliki nilai seni dan budaya yang sangat tinggi. Harapannya, kreativitas para Yowana terus berkembang untuk mendukung upacara Pangrupukan sebagai simbol Nyomia Bhuta Kala serta memperkuat pariwisata budaya,” pungkasnya. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!