Sejarah Desa Angantaka Badung, Berkaitan dengan Puri Blahbatuh Gianyar

Author:
Share
Website Desa Angantaka
Desa Angantaka terletak di wilayah Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Desa ini memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara Desa Sedang, Sebelah Timur Desa Singapadu, Kabupaten Gianyar, Sebelah Selatan dan Barat Desa Jagapati.
Desa ini terbagi menjadi empat banjar, yaitu Banjar Kekeran, Banjar Desa, Banjar Puseh, dan Banjar Dalem. Selain itu, terdapat dua desa adat yang melingkupi wilayah Desa Angantaka, yakni Desa Adat Kekeran dan Desa Adat Angantaka.  
Pada tahun 2016, populasi Desa Angantaka tercatat sebanyak 3.617 jiwa, dengan komposisi 1.801 laki-laki dan 1.816 perempuan. Rasio jenis kelamin desa ini mencapai angka 99.  
Berdasarkan catatan sejarah, keberadaan Desa Angantaka berawal sekitar abad ke-18 atau tahun Saka 1750. Pada masa itu, di Puri Blahbatuh, Gianyar, berkuasa seorang raja bernama Ida I Gusti Ngurah Kedep, yang juga dikenal sebagai Ida I Gusti Ngurah Jelantik XV. 
Raja ini memiliki beberapa saudara, di antaranya I Gusti Ngurah Gede Abyan, yang kemudian menjadi tokoh penting dalam pembentukan Desa Angantaka.  
Setelah terjadi konflik internal di Puri Blahbatuh, I Gusti Ngurah Gede Abyan memilih meninggalkan puri tersebut bersama para pengikutnya. Mereka menempuh perjalanan panjang hingga tiba di sebuah kawasan yang saat itu masih berupa hutan lebat. 
Kawasan ini dikenal dengan nama Karang Dalem, yang memiliki arti lembah atau pangkung. Tempat ini menjadi lokasi awal di mana I Gusti Ngurah Gede Abyan dan pengikutnya membangun pemukiman.  
Tidak lama kemudian, keberadaan beliau diketahui oleh Raja Mengwi, yang merasa memiliki hubungan leluhur dengan I Gusti Ngurah Gede Abyan. Raja Mengwi kemudian mengizinkan beliau untuk menetap di wilayah perbatasan kerajaan Mengwi dan Badung. 
Dengan bantuan mertua beliau dari Desa Bun, kawasan hutan tersebut dirabas dan diubah menjadi sebuah pemukiman yang diberi nama Angantaka.  
Nama Angantaka berasal dari kata “ngentak” yang berarti panas. Istilah ini mencerminkan perasaan I Gusti Ngurah Gede Abyan yang tengah dilanda kemarahan dan kekalutan akibat konflik di Puri Blahbatuh. Perasaan itu memicu semangat beliau untuk membangun kehidupan baru di tempat yang kini dikenal sebagai Desa Angantaka.  
Banjar pertama yang terbentuk di desa ini adalah Banjar Karang Dalem, yang kemudian berubah nama menjadi Banjar Dalem. Seiring waktu, desa ini berkembang dengan terbentuknya Banjar Puseh, Banjar Desa, dan Banjar Kekeran.  
Sejarah Desa Angantaka tidak lepas dari peran Raja Mengwi yang turut memberikan penduduk dari wilayah Kekeran Mengwi dan Tegal Darmasaba untuk menetap di desa ini. Hal ini menyebabkan masyarakat Desa Angantaka memiliki hubungan kekerabatan dengan beberapa daerah di Gianyar, seperti Blahbatuh, Kemenuh, Bon Biu, Tojan, dan Keramas, serta wilayah Mengwi seperti Kekeran dan Darmasaba.  
Hingga kini, Desa Angantaka tetap mempertahankan nilai-nilai adat dan budaya yang diwariskan dari leluhur, termasuk keberadaan Kahyangan Tiga, yang menjadi pusat spiritual dan kebersamaan masyarakat desa. Desa ini menjadi simbol kerukunan masyarakat dengan latar belakang sejarah yang sarat perjuangan dan pengorbanan. (TB)
   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!