Sejarah Desa Buduk Badung, Berkaitan dengan Perjalanan Pangeran Kebo Ndan Pengasih

Author:
Share
Desa Buduk terletak di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Sejarah desa ini dapat ditelusuri melalui sumber tertulis berupa Lontar Babad Pangeran Pasek Buduk yang disimpan di Geriya Simpangan. Dalam lontar tersebut diceritakan perjalanan Dalem Ketut dari Kerajaan Majapahit ke Bali, yang diiringi oleh beberapa prajurit pilihan, termasuk empat pangeran.  
Salah satu pangeran yang turut serta adalah Pangeran Maja Langu, atau dikenal sebagai Kebo Ndan Pengasih. Ia merupakan putra Kryan Patih Madu dan cucu Lembu Ireng, yang juga disebut Sira Kryan Patih Lembu Wonga Tileng.
Pangeran ini memiliki tunggangan seekor kerbau wadak yang sangat kuat dan patuh. Selain itu, ada pula Pangeran Krrta Langu yang menunggang kambing hitam (wedus ireng), Pangeran Krrta Jiwa dengan sapi jantan (banteng jagiran), serta Pangeran Krrta Baya yang menunggang seekor harimau.  
Keempat pangeran tersebut dikenal setia kepada Dalem Ketut Ngelesir, meskipun sempat mengalami ketidaksepahaman dengan Pasek Wisuda Sanak Pitu, salah satu kelompok yang juga memiliki peran penting di kerajaan. Ketegangan ini menyebabkan Pangeran Kebo Ndan Pengasih dan saudara-saudaranya diminta untuk berpindah dari pusat kerajaan. 
Dalem Ketut Ngelisir kemudian mengutus mereka untuk menghadapi I Gusti Batu Tumpeng di Desa Kekeran, yang tidak menyerahkan upeti kepada kerajaan. Dalam perjalanan menuju wilayah tersebut, mereka sempat berhenti di beberapa tempat. 
Saat melintasi sawah di Desa Nambangan, Pangeran Krrta Baya merasa kelelahan dan memutuskan untuk menetap. Karena ia menunggangi harimau (mrga), daerah ini kemudian dikenal sebagai Mara Gaya dan menjadi asal-usul keturunan Pasek Margaya. 
Hal serupa terjadi pada Pangeran Krrta Langu, yang menetap di daerah yang kemudian disebut Pekambingan karena ia menunggangi kambing. Pangeran Krrta Jiwa juga mengalami kelelahan dan menetap di daerah yang kemudian dikenal sebagai Sempidi, dengan keturunannya disebut Pasek Sempidi.  
Pangeran Kebo Ndan Pengasih melanjutkan perjalanan sendirian bersama pasukannya. Mereka tiba di suatu tempat di mana para prajurit beristirahat secara sembarangan hingga tampak bertumpuk-tumpuk, sehingga daerah ini disebut Banjar Tampakkerep. 
Di tempat ini, Pangeran mendirikan tempat pemujaan yang disebut Pura Kubon, kini dikenal sebagai Pura Dalem Kebon. Beberapa lokasi lainnya juga diberi nama sesuai fungsi dan keadaan pada saat itu, seperti Umetegal untuk tempat istirahat kerbau, Umekepuh sebagai tempat pemandian, dan Pererenan sebagai lokasi latihan perang.  
Setelah melalui berbagai persiapan, akhirnya Pangeran Kebo Ndan Pengasih berhasil mengalahkan I Gusti Batu Tumpeng. Ia kemudian menetap di wilayah tersebut, menikah, dan memiliki seorang putra yang kelak dikenal sebagai Pangeran Pasek Badak. Wilayah yang ditempati kemudian disebut Karang Dalem, yang berkembang menjadi Desa Buduk seperti yang dikenal saat ini.  
Dalam masa pemerintahan Dalem, Desa Buduk memiliki batas-batas wilayah yang meliputi Desa Kapal di utara, Desa Pererenan di selatan, Tukad Mati di timur, dan Tukad Bausan di barat. Seiring berjalannya waktu, desa ini berkembang dan mencakup beberapa wilayah seperti Desa Pererenan dan Desa Tumbakbayuh.  
Pada tahun 1999, Desa Buduk mengalami pemekaran di bawah kepemimpinan I Ketut Rendah yang menjabat sejak 1973 hingga 2000. Setelah pemekaran, Desa Pererenan berdiri sendiri, dan pada tahun 2000, dilakukan pemilihan kepala desa pertama di Desa Buduk. I Made Puspaka, STKomp, terpilih dan ditetapkan sebagai kepala desa berdasarkan SK Bupati Badung Nomor 1388 Tahun 2000, tertanggal 24 Maret 2000.  
Secara administratif, Desa Buduk memiliki luas wilayah 3,63 km² dan berbatasan dengan Desa Dalung di timur, Desa Tumbakbayuh di selatan, Desa Cepaka di barat, serta Kelurahan Abianbase di utara. Desa ini terbagi menjadi sepuluh banjar dinas, yaitu Banjar Gunung, Umekepuh, Umecandi, Umetegal, Pasekan, Sengguan, Tengah, Kaja, Tampakkerep, dan Bernasi.  
Dari segi demografi, pada tahun 2016, jumlah penduduk Desa Buduk tercatat sebanyak 7.463 jiwa, terdiri dari 3.708 laki-laki dan 3.755 perempuan, dengan tingkat kelahiran 31 jiwa dan tingkat kematian 26 jiwa dalam satu tahun. Desa Buduk terus berkembang seiring waktu, mempertahankan sejarah dan tradisi yang diwariskan oleh para leluhurnya. (TB)
   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!