Desa Buwit merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali. Hingga kini belum ditemukan lontar atau naskah tertulis yang dapat dijadikan acuan resmi untuk memastikan asal-usul desa ini. Meskipun demikian, berdasarkan cerita yang diwariskan turun-temurun oleh para tetua dan tokoh masyarakat, dapat dirangkai kisah terbentuknya Desa Buwit sebagaimana dikenal saat ini.
Pada zaman dahulu, Pulau Bali terdiri dari banyak kerajaan kecil yang diperintah oleh masing-masing raja. Salah satu kerajaan yang memiliki pengaruh besar di wilayah Tabanan adalah Kerajaan Kaba-Kaba, yang dipimpin oleh keturunan Arya Belog.
Wilayah kerajaan ini meluas dari bagian timur Kediri hingga ke Desa Buwit. Bukti dari kekuasaan tersebut terlihat dari adanya banyak tanah retribusi di Desa Buwit yang dahulunya merupakan milik Raja Kaba-Kaba.
Pada masa pemerintahan Kerajaan Kaba-Kaba, Desa Buwit terdiri dari lima dusun, yaitu Dusun Buwit, Dusun Kelakahan, Dusun Delod Uma, Dusun Tebejero, dan Dusun Buading. Sebagai bagian dari kerajaan, kepala desa atau bendesa ditunjuk langsung oleh raja untuk memimpin dan mengatur masyarakat setempat.
Salah satu bendesa pertama yang tercatat memimpin Desa Buwit adalah Pak Monglot, seorang tokoh dari Desa Kediri yang menjabat sekitar tahun 1920 hingga 1925. Setelah masa kepemimpinannya berakhir, desa ini kemudian dipimpin oleh I Gusti Agung Gerudug dari Banjar Anyar, Kediri, yang menjabat dari tahun 1925 hingga 1934.
Namun, karena mengalami gangguan kesehatan, ia tidak dapat melanjutkan tugasnya dan akhirnya kepemimpinan desa diteruskan oleh keponakannya, I Gusti Agung Sukri dari Banjar Senapahan, yang memimpin dari tahun 1934 hingga 1949.
Pada masa kepemimpinan I Ketut Ribin yang menjabat dari tahun 1949 hingga 1954, Desa Buwit mengalami perubahan wilayah yang cukup signifikan. Dusun Tebejero dan Dusun Buading, yang dianggap terlalu jauh dari pusat desa, akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Desa Kaba-Kaba, baik dalam hal administrasi maupun adat istiadat.
Dengan demikian, sejak saat itu Desa Buwit hanya memiliki tiga wilayah dusun, yaitu Dusun Buwit, Dusun Kelakahan, dan Dusun Delod Uma.
Setelah I Ketut Ribin mengakhiri masa jabatannya, kepemimpinan desa beralih kepada I Nyoman Saweg yang menjabat dari tahun 1954 hingga 1979. Selanjutnya, desa ini dipimpin oleh I Gede Nengah Soper dari tahun 1979 hingga 1988. Pada periode 1988 hingga 1998, Desa Buwit dipimpin oleh I Wayan Jana dari Dusun Kelakahan.
Pada tahun 1998, kepemimpinan desa beralih kepada Ir. Nyoman Dela Darmesta dari Dusun Delod Sema yang menjabat hingga tahun 2006. Di masa kepemimpinannya, Desa Buwit mengalami perubahan dalam sistem administrasi.
Wilayah dusun yang sebelumnya berjumlah tiga, bertambah menjadi empat dengan adanya perubahan status dusun menjadi banjar dinas, yaitu Banjar Dinas Buwit, Banjar Dinas Delod Sema, Banjar Dinas Kelakahan, dan Banjar Dinas Delod Uma.
Pada tahun 2006 hingga 2019, desa ini dipimpin oleh I Wayan Pugeh, S.Sos dari Banjar Dinas Buwit. Di bawah kepemimpinannya, sistem administrasi desa semakin berkembang dengan adanya tujuh banjar adat yang terdiri dari Banjar Adat Kelakahan Kaja, Banjar Adat Kelakahan Gede, Banjar Adat Delod Sema, Banjar Adat Buwit Kaja, Banjar Adat Buwit Tengah, Banjar Adat Mertasari, dan Banjar Adat Delod Uma.
Dari tujuh banjar adat tersebut, enam di antaranya merupakan bagian dari Desa Adat Buwit, sedangkan Banjar Adat Delod Uma termasuk dalam wilayah Desa Adat Kaba-Kaba.
Menjelang akhir tahun 2019, Desa Buwit sempat dipimpin oleh seorang penjabat perbekel bernama I Wayan Sarjana yang berasal dari Desa Abiantuwung, Kecamatan Kediri. Kemudian, melalui pemilihan perbekel tahun 2019, kepemimpinan desa beralih kepada I Made Suartika, SE dari Banjar Delod Sema yang mulai menjabat pada tahun 2020 hingga sekarang.
Sejarah panjang Desa Buwit mencerminkan perjalanan sebuah komunitas yang terus berkembang, mulai dari pengaruh kerajaan, perubahan administrasi, hingga kepemimpinan desa yang mengalami pergantian dari waktu ke waktu. Dengan berbagai perubahan yang terjadi, Desa Buwit tetap mempertahankan nilai-nilai adat dan budaya yang menjadi bagian dari identitasnya hingga saat ini. (TB)