Sejarah Desa Candikusuma Jembrana, Pernah Disinggahi Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh

Author:
Share
Desa Candikusuma adalah salah satu wilayah di pesisir selatan Bali Barat yang masuk dalam Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Desa ini memiliki karakter geografis yang unik, menggabungkan wilayah pantai dan perkebunan, serta menyimpan banyak peninggalan sejarah dan budaya yang menjadi saksi perjalanan panjang terbentuknya desa ini.  
Nama Candikusuma memiliki hubungan erat dengan beberapa peninggalan sejarah dan proses pembentukan peradaban masyarakat setempat. Beberapa peninggalan penting tersebut adalah:  
1. Tugu Candikusuma, candi berbentuk segitiga yang menjadi simbol sejarah.  
2. Sumur Bulus, mata air suci yang diyakini sebagai sumber kehidupan.  
3. Paras Pihpih, formasi batu padas alami di tebing Sungai Sanghyang.  
4. Pura Dangkahyangan Indra Kusuma, tempat ibadah bersejarah.  
5. Tukad Sanghyang Cerik, aliran air tawar yang ditemukan oleh Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh.  
Sejarah mencatat bahwa wilayah ini telah dihuni sejak zaman kuno oleh komunitas yang memiliki tradisi dan budaya kuat, yang diperkuat dengan bukti adanya interaksi sosial dan aktivitas religius di masa lampau.  
Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh, seorang pendeta Hindu dari Blambangan, Jawa Timur, pernah singgah di Candikusuma dalam perjalanan menuju Gelgel, Klungkung. Bersama istrinya, Danghyang Istri Sakti, yang sedang hamil tua, dan putrinya Ida Ayu Swabawa, mereka tiba di pantai berhutan lebat. 
Saat Ida Ayu Swabawa merasa kehausan, Ida Pedanda Sakti memohon air tawar kepada Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga muncul aliran air yang kini dikenal sebagai Tukad Sanghyang Cerik.  
Karena kehamilannya, Danghyang Istri menetap di Candikusuma di sebuah tempat bernama Griya Indraloka, sedangkan Ida Pedanda Sakti melanjutkan perjalanan ke Gelgel bersama putrinya. Beberapa waktu kemudian, Danghyang Istri pindah ke tepi Sungai Sanghyang, di mana ia akhirnya moksa.  
  
Pada tahun 1897, Dumay, seorang tokoh Belanda, membuka perkebunan kelapa, kopi, dan cokelat di Candikusuma. Namun, ia menghadapi gangguan binatang buas seperti harimau dan buaya. 
Dumay meminta bantuan tokoh dari Puri Gede Jembrana untuk melakukan upacara di lokasi bekas Griya Indraloka. Dalam ritual ini, ditemukan sebuah keris bercahaya bermata tiga yang menjadi dasar pembangunan Tugu Candikusuma.  
Sejak saat itu, wilayah ini dikenal dengan nama Pesedahan Candikusuma, yang mencakup beberapa kawasan, termasuk pelabuhan dan banjar pemukiman.  
  
Pada tahun 1945, nama desa sempat diubah menjadi Desa Sanghyang Cerik. Namun, berdasarkan Surat Keputusan Bupati Jembrana tahun 1976, nama Desa Candikusuma dikembalikan untuk menghormati sejarahnya.  
Selain menjadi pusat budaya, Candikusuma juga memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pertempuran melawan Sekutu di kawasan ini, seperti di Kenari dan Pangkung Belatung, menegaskan peran strategis desa ini dalam mempertahankan Bali Barat dari penjajah.  
Desa Candikusuma adalah tempat yang sarat akan nilai sejarah dan budaya. Dengan berbagai peninggalan penting dan kisah perjuangan, desa ini tidak hanya menjadi saksi perjalanan panjang peradaban, tetapi juga menjadi bukti nyata kontribusi masyarakatnya dalam menjaga tradisi dan memperjuangkan kemerdekaan bangsa. (TB)
   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!