Sejarah Desa Nyuhtebel Manggis, Karangasem, Berawal dari Pohon Kelapa yang Lebat

Author:
Share
Desa Nyuhtebel terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Berdasarkan data tahun 2016, jumlah penduduknya mencapai 2.701 jiwa, terdiri dari 1.369 laki-laki dan 1.332 perempuan, dengan rasio jenis kelamin 102. 
Desa ini terdiri atas tiga banjar, yaitu Tauman, Tengah, dan Karanganyar. Nama “Nyuhtebel” telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit. 
Secara etimologi, nama ini berasal dari kata “Nyuh” yang berarti kelapa dan “Tebel” yang berarti lebat, sehingga menggambarkan wilayah yang dulunya dipenuhi pohon kelapa yang rimbun. Karakteristik inilah yang menjadi ciri khas Desa Nyuhtebel.  
Menurut catatan sejarah, nama desa ini tercantum dalam prasasti Kerajaan Gelgel yang tersimpan di Desa Sidemen. Prasasti tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 1460 Masehi, Dalem Watur Enggong memimpin Kerajaan Gelgel. 
Lima tahun setelah penobatannya, Dalem Watur Enggong memerintahkan penyerangan ke Desa Tenganan yang akhirnya menaklukkan wilayah tersebut. Wilayah yang ditinggalkan oleh pasukan Tenganan kemudian berubah menjadi hutan, salah satunya kawasan yang kini dikenal sebagai Desa Nyuhtebel.  
Pasukan yang terlibat dalam penyerangan tersebut, seperti Pasukan Depasek Bedolot dan Kiyai Agung Pasek Subadra, sempat bermukim di kawasan Nyuhtebel. Beberapa anggota pasukan ini kemudian menetap secara permanen dan mendirikan permukiman baru. 
Salah satu daerah penting yang berkembang adalah Karanganyar, tempat didirikannya Pura Dadia Gde Seraya, yang hingga kini menjadi bagian penting dari kehidupan spiritual masyarakat setempat.  
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1725 Masehi, Desa Nyuhtebel telah memiliki awig-awig (aturan adat) yang mengatur kehidupan masyarakatnya. Hal ini menunjukkan bahwa desa ini telah menjadi komunitas yang terorganisasi dengan baik. Selain itu, Pura Desa yang ada di desa ini berkembang menjadi Pura Puseh setelah dibangun balai agung pada tahun 1978.  
Dalam perkembangan politik di Bali, Desa Nyuhtebel juga tidak terlepas dari dinamika kekuasaan Kerajaan Gelgel dan Kerajaan Karangasem. Ketika Kerajaan Gelgel runtuh akibat konflik internal, muncul Kerajaan Karangasem yang mulai menata ulang desa-desa di bawah kekuasaannya. Desa Nyuhtebel menjadi bagian dari reorganisasi tersebut dan mendapat perhatian khusus sebagai pusat kekuatan baru.  
Pada era penjajahan Belanda, Desa Nyuhtebel tetap menjadi bagian penting dari wilayah Karangasem. Belanda menunjuk I Nengah Mangga sebagai Perbekel pertama di desa ini pada tahun 1906. Pemerintahan desa terus mengalami pergantian hingga masa kemerdekaan Indonesia. 
Ketika meletusnya Gunung Agung pada tahun 1963 dan ketegangan politik pada tahun 1965, Desa Nyuhtebel tetap bertahan dan kembali bangkit dalam pembangunan di era Orde Baru.  
Hingga saat ini, Desa Nyuhtebel tetap mempertahankan warisan sejarah dan tradisi adat yang menjadi identitasnya. Perkembangan desa ini mencerminkan perjalanan panjang yang penuh dinamika, baik dalam konteks lokal maupun sejarah Bali secara keseluruhan. (TB)
   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!