Sejarah Desa Pekutatan Jembrana, Dari Hutan Madurgama hingga Permukiman Modern

Author:
Share

Desa Pekutatan terletak di Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana, Bali. Wilayah ini memiliki sejarah panjang yang bermula dari pembukaan hutan Madurgama oleh para pendatang awal pada awal abad ke-20.   

Pembukaan lahan di Pekutatan dimulai pada tahun 1904 oleh Nyoman Sapta, yang lebih dikenal sebagai Pan Derasning. Saat itu, daerah ini masih berupa hutan lebat yang didominasi oleh pohon kutat dan pakis. Sebelum Pan Derasning tiba, seorang penduduk Muslim bernama Uwak Leman (kemungkinan bernama asli Sulaiman) telah lebih dulu menetap di kawasan tersebut.  

Pada tahun 1916, sekelompok pekerja dari Pergung didatangkan untuk membuka perkebunan atau afdelling di wilayah ini. Namun, mereka tidak mampu bertahan lama karena kondisi lingkungan yang berat. 

Akhirnya, pekerja dari Blambangan (Banyuwangi) didatangkan sebagai pengganti. Para pekerja ini diberikan tempat tinggal di sebelah utara jalan, sedangkan komunitas Muslim yang telah lebih dulu menetap berada di selatan jalan. Jalan yang dimaksud bukanlah jalur utama Denpasar-Gilimanuk, melainkan jalan di sekitar Villa Jepang saat ini.  

Pada Januari 1917, gempa bumi dahsyat mengguncang Bali dan menyebabkan kerusakan besar di Pekutatan. Penduduk baru dari Pergung mengalami kerugian besar karena rumah mereka yang masih terbuat dari tanah runtuh dan hancur total.  

Seiring waktu, semakin banyak kelompok pendatang yang datang ke Pekutatan. Pada tahun 1926, masyarakat dari Desa Munggu mencoba merabas hutan di Yeh Lebah. 

Namun, wabah malaria yang melanda membuat mereka mundur. Sebagian kembali ke Munggu, sebagian menetap di Gumbrih, dan yang lain pindah ke Yeh Kuning Dlod Berawah.  

Perkembangan besar terjadi pada Juli 1917 ketika pembukaan Afdelling Pulukan diresmikan. Selanjutnya, tahun 1927 menandai pembangunan jalan tanah yang menghubungkan Pekutatan dengan Yeh Leh hingga Soka. Kemudian, pada tahun 1935, jalan geladag mulai dibangun, bersamaan dengan kedatangan penduduk dari Lebih, Karangasem, yang bermukim di Asah Duren.    

Pan Derasning bukanlah penduduk asli Jembrana. Ia adalah putra dari Guru Mudiasning, cucu dari Guru Mudiasta, dan cicit dari Ki Wayahan Tegeh Pangkung. 

Leluhur mereka berasal dari Pangkung Tibah, Tabanan, dan hijrah ke Jembrana pada tahun 1828 di tengah gejolak Perang Diponegoro. Silsilah keluarga ini dapat ditelusuri hingga Dalem Benculuk Tegeh Kuri, salah satu tokoh berpengaruh dalam sejarah Bali.  

Dengan perjalanan sejarah yang panjang dan penuh tantangan, Pekutatan berkembang dari hutan belantara menjadi desa yang dihuni oleh berbagai kelompok masyarakat. Hingga kini, Pekutatan tetap menjadi bagian penting dari sejarah dan budaya Jembrana. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!