Di wilayah perbukitan yang dikelilingi oleh bukit-bukit hijau di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, terdapat sebuah desa bernama Sekartaji.
Desa ini terletak sekitar 22 kilometer dari pusat Kecamatan Nusa Penida, dan menjadi rumah bagi enam dusun serta tiga desa adat yang masing-masing memiliki ciri khas dan peran tersendiri dalam kehidupan masyarakat lokal.
Walaupun belum ditemukan catatan resmi yang dapat membuktikan asal-usul berdirinya desa ini, masyarakat tetap memegang teguh kisah yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi.
Cerita rakyat yang dipercaya warga menjadi benang merah terbentuknya Desa Sekartaji dan menambah nilai historis serta budaya yang melekat kuat.
Bermula dari kisah seorang brahmana yang berasal dari Desa Ped di Nusa Penida, yang pada masa lampau memiliki delapan orang anak.
Dalam situasi sulit yang dihadapi saat itu, sang brahmana memutuskan untuk mengutus anak-anaknya berpencar ke berbagai penjuru pulau demi menyebarkan ajaran dan menjaga kelangsungan kehidupan spiritual masyarakat. Salah satu dari kedelapan anak tersebut adalah putra ketiga, yang dikenal dengan nama I Gusti Nyoman Murdana.
Dalam perjalanannya menjelajahi pulau, I Gusti Nyoman Murdana membawa dua benda penting sebagai lambang dan bekal spiritual: sebuah lambang mahapatih yang menaiki kuda putih dan senjata tajam berupa taji. Keduanya memiliki nilai sakral yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.
Namun, perjalanan panjang yang ditempuh membuatnya mencari cara untuk menyimpan taji itu agar tetap aman. Ia pun menyelipkannya di telinganya, seperti halnya kebiasaan orang Bali yang menghias telinga dengan bunga atau “sekar”.
Ketika akhirnya ia tiba di suatu tempat yang dirasa cocok untuk bermukim, taji itu masih berada di telinganya. Dari sinilah muncul inspirasi nama desa yang kini dikenal sebagai Sekartaji—sebuah penggabungan simbolik antara “sekar” (bunga) dan “taji”.
Kini, Desa Sekartaji bukan hanya sekadar permukiman di atas bukit, melainkan juga menjadi saksi bisu warisan leluhur yang kaya akan makna dan cerita.
Keunikan sejarah dan budayanya menjadikan desa ini menarik untuk dijelajahi lebih dalam, baik oleh peneliti, wisatawan, maupun generasi muda yang ingin mengetahui jati diri tanah kelahirannya. (TB)