![]() |
Rangkaian Nguraba di Selumbung |
Desa Selumbung adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Wilayah desa ini berbatasan dengan Desa Ngis dan Pekarangan di timur, Apit Yeh serta Manggis di selatan dan barat, dan Desa Sibetan di bagian utara. Desa Selumbung memiliki luas sekitar 6,65 kilometer persegi dan terdiri dari dua desa adat, yaitu Desa Adat Selumbung dan Bukit Catu.
Sebelum tahun 1099, wilayah Desa Selumbung belum menjadi satu kesatuan. Wilayah ini terbagi menjadi beberapa kelompok kecil, yaitu:
Kelompok Tirta Guna dengan 21 kepala keluarga (KK)
Kelompok Batununggul dengan 53 KK
Kelompok Pedalit dengan 53 KK
Kelompok Antap dengan 72 KK
Kelompok Tuba dengan 11 KK
Secara total, terdapat 210 KK yang tersebar di lima kelompok tersebut. Kelompok Tirta Guna dipimpin oleh De Rarinten, sementara kelompok lainnya berada di bawah kepemimpinan De Lobangan.
Pada tahun 1099, datang seorang tokoh bernama De Palumbung dari Gelgel, Klungkung. Dari sinilah sejarah desa ini dimulai. Berkat kebijaksanaan dan budi pekertinya, ia diterima sebagai pemimpin untuk menyatukan kelima kelompok tersebut. Nama “Lumbung” kemudian digunakan untuk wilayah ini, mengacu pada hutan subur yang menjadi pusat wilayah tersebut.
Setelah De Palumbung meninggalkan Desa Lumbung pada tahun 1125 untuk menuju Tulamben dan Tianyar, desa tersebut mengalami konflik internal yang menyebabkan perpecahan. Kelompok Tirta Guna terpecah menjadi beberapa bagian kecil:
Apit Yeh: 1 KK
Bukit Catu: 4 KK
Siig: 1 KK
Tirta Guna: 15 KK
Desa Lumbung yang tersisa akhirnya berkumpul di wilayah Pedalit tanpa pemimpin yang jelas. Kondisi ini menyebabkan instabilitas di desa tersebut.
Pada tahun 1135, De Palumbung kembali dari Tulamben dan mendapati Desa Lumbung dalam keadaan hancur akibat perang. Ia mengadakan pertemuan dengan para pemimpin lokal, seperti De Rantas dari Tirta Guna dan De Lumbung dari Pedalit. Pertemuan ini berlangsung di lokasi yang kini disebut Ketapang.
Di sana, masyarakat sepakat membangun kembali desa dengan mendirikan Kahyangan Tiga, yaitu:
Pura Puseh, dibangun di sekitar pohon beringin besar sebagai pusat spiritual desa.
Pura Bale Agung, yang terletak di tengah desa dan berfungsi sebagai pusat kegiatan adat.
Pura Dalem, yang berada di bagian barat daya untuk pemujaan leluhur.
Proses pembangunan selesai pada tahun 1150, ditandai dengan ditemukannya benda-benda sakral seperti gender salunding, bende, dan ukiran kuno di lokasi tersebut.
Setelah pembangunan Kahyangan Tiga selesai, wilayah ini resmi diberi nama Desa Selumbung. Nama ini berasal dari tiga kata, yaitu:
Se, yang berarti kesatuan
Lum, yang berarti sehat atau waras
Bung, yang berarti makmur
Nama ini mencerminkan harapan masyarakat untuk hidup dalam harmoni, kesehatan, dan kemakmuran.
Pada tahun 1250 Saka, Desa Selumbung menerima penghargaan dari Raja Peresasthi, yang dipimpin oleh Sri Paduka Walajaya Kertaningrat. Dalam penghargaan tersebut, disebutkan enam pengurus desa yang dikenal sebagai tuha-tuha Rama, yaitu:
Bapa Panas
Bapa Kirtha
Bapa Sulit
Bapa Buktiyan
Bapa Tangtang
Bapa Ungsit
Pada tahun 1320 Saka, pembangunan Kahyangan Tiga selesai sepenuhnya, termasuk Pura Hyangageni di Sege/Tanggun Desa. Batu Pengiang dari Puseh Pedalit juga dipindahkan ke Pura Puseh baru yang telah dibangun. (TB)