Sejarah Desa Taro Gianyar, Jejak Spiritual Maha Yogi Markandya

Author:
Share

Setiap nama desa memiliki sejarah dan latar belakang tersendiri yang mengisahkan asal-usulnya. Begitu pula dengan Desa Taro, yang meskipun tidak memiliki lontar atau naskah kuno sebagai bukti tertulis, namun kisah turun-temurun dari para tokoh masyarakat menjadi dasar dalam menelusuri jejak berdirinya desa ini.
Nama Desa Taro berkaitan erat dengan perjalanan Maha Yogi Markandya, seorang pertapa suci dari India yang hidup pada abad ke-4. Beliau dikenal sebagai sosok spiritual yang mendapat restu langsung dari Dewa Siwa. 
Dalam perjalanan suci beliau, Markandya mengembara dari India menuju Asia Tenggara, melewati Kalimantan Timur, dan akhirnya sampai di Pulau Jawa. Karena kesaktian dan keteguhan dalam bertapa, Markandya tetap teguh meski menghadapi berbagai godaan, bahkan dari Dewa Indra sekalipun.
Ketika berada di Jawa, Maha Yogi Markandya menjelajahi berbagai tempat, mulai dari Gunung Damalung hingga Gunung Dieng, di mana ia mengalahkan para raksasa yang melambangkan kejahatan. Perjalanan spiritualnya membawanya ke Gunung Raung di Jawa Timur, tempat di mana ia melihat pancaran cahaya misterius di arah timur. 
Cahaya tersebut menarik perhatiannya dan membuatnya bertekad untuk menemukannya. Dengan mengumpulkan sekitar 400 pengikut dari masyarakat pribumi yang dikenal sebagai Wong Aga, beliau melanjutkan perjalanan ke arah cahaya tersebut. 
Akhirnya, cahaya itu ternyata berasal dari Gunung Agung di Bali. Maha Yogi Markandya dan para pengikutnya menghadapi berbagai rintangan selama perjalanan menuju Bali. 
Banyak dari mereka yang gugur akibat kondisi alam yang keras dan berbagai gangguan mistis. Menyadari perlunya persiapan lebih matang, beliau kembali ke Gunung Raung untuk melakukan tapa brata. 
Setelah bermeditasi dan menerima wahyu tentang Panca Datu—lima unsur sakral berupa emas, perak, tembaga, besi, dan perunggu—beliau kembali mengumpulkan lebih banyak pengikut hingga berjumlah 800 orang.
Dengan penuh keyakinan, Maha Yogi Markandya membawa para pengikutnya menuju Bali dan akhirnya tiba di lereng Gunung Agung. Di tempat tersebut, ia menemukan tumpukan batu yang diduga sebagai tempat pemujaan para pengikutnya yang telah mendahuluinya. 
Di sanalah beliau menanam Panca Datu, yang kelak menjadi dasar berdirinya Pura Besakih, pura terbesar dan tersuci di Bali. Dari Gunung Agung, Maha Yogi Markandya melanjutkan perjalanan ke arah barat hingga mencapai daerah Penulisan, sebelum akhirnya bergerak ke selatan dan mendirikan asrama bagi para pengikutnya. 
Dalam perjalanan ini, beliau tiba di sebuah tempat yang diberi nama Sarwa Ada, yang berarti “segala sesuatu tersedia.” Nama ini mencerminkan keberlimpahan sumber daya alam di daerah tersebut. Seiring waktu, Sarwa Ada berubah nama menjadi Taro, yang kini dikenal sebagai salah satu desa di Bali.
Ketika tiba di Taro, Maha Yogi Markandya menetap dan mendirikan berbagai tempat suci, termasuk Pura Gunung Luah di tepi Sungai Wos. Sungai ini dianggap memiliki kesamaan dengan Sapta Gangga, tujuh sungai suci di India, seperti Gangga, Saraswati, dan Yamuna. 
Oleh karena itu, lokasi ini menjadi tempat suci bagi para pengikutnya untuk melakukan ritual penyucian.
Selain itu, beliau juga membangun sistem sosial dengan konsep suka-duka yang kini dikenal sebagai “banjar.” Dalam sistem ini, masyarakat hidup dalam kebersamaan, saling membantu dalam suka maupun duka.
Setelah menyelesaikan misinya, Maha Yogi Markandya kembali ke Gunung Agung untuk membangun Pura Besakih, yang menjadi simbol keselamatan bagi seluruh umat Hindu di Bali. Dengan demikian, perjalanan spiritual beliau memberikan fondasi bagi peradaban Hindu di Bali, termasuk berdirinya Desa Taro.
Desa Taro merupakan salah satu desa tertua di Bali yang diyakini telah ada sejak tahun 459 Masehi, atau 381 tahun dalam kalender Caka. Sejarahnya erat kaitannya dengan perjalanan spiritual Maha Yogi Markandya dalam menyebarkan ajaran Hindu di Bali. Hingga kini, desa yang terletak di Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar ini tetap menjadi bagian penting dalam warisan budaya dan spiritual Bali. (TB)
   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!