Sejarah Desa Tejakula Buleleng, Pernah Bernama Hiliran, Tercatat Sejak Abat ke-10

Author:
Share
Pemandian di Tejakula

Desa Tejakula adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali. Desa ini berada pada ketinggian sekitar 300 meter di atas permukaan laut. Secara geografis, Desa Tejakula berbatasan dengan Laut Bali di utara, Desa Les di timur, Desa Subaya di selatan, dan Desa Bondalem di barat.
Sejarah Desa Tejakula terungkap dari sejumlah prasasti kuno yang mencatat keberadaannya sejak abad ke-10. Prasasti Raja Janasadhu Warmadewa tahun Icaka 897 (975 M) menyebut desa ini dengan nama “Hiliran,” yang berarti “tepi” atau “batas.” 
Pada masa berikutnya, prasasti Raja Jaya Pangus tahun Icaka 1103 (1181 M) menyebut desa ini sebagai “Paminggir,” yang memiliki arti serupa. Nama ini akhirnya berubah menjadi “Hiliran” atau “Liran” pada tahun Icaka 1854 (1932 M), setelah selesainya sima atau aturan adat desa.
Menurut para penglingsir desa, nama Tejakula berasal dari kombinasi kata “Teja,” yang berarti sinar atau cahaya, dan “Kula,” yang berarti tepi atau warga. Legenda setempat menceritakan tentang cahaya besar yang jatuh di wilayah desa, yang kemudian menjadi asal mula penamaan desa ini. Nama Tejakula juga dikaitkan dengan pemukiman kuno bernama Kulandih, yang terkenal karena sinar yang memancar dari desa tersebut.
Lingkungan Desa Tejakula yang subur dan asri menciptakan suasana damai yang menarik pendatang untuk menetap. Para pendatang membawa berbagai bentuk seni dan budaya, seperti seni tari (Gambuh, Parwa, Sanghyang Dedari), seni ukir, seni patung, dan wayang wong. Berbagai karya seni tersebut diabadikan dalam tradisi keagamaan desa dan sering kali dipentaskan dalam upacara adat.
Secara historis, Desa Tejakula memiliki hubungan erat dengan Desa Adat Sukawana dan Desa Batur. Hal ini tercermin dari keberadaan Pura Utus, yang menjadi simbol kerja sama antara prajuru Desa Sukawana dan Tejakula. Desa Tejakula juga memiliki hubungan spiritual dengan Pura Ulun Danu Batur, yang menjadi sumber air suci untuk keperluan irigasi dan kebutuhan sehari-hari.
Kisah perjalanan air suci dari Pura Ulun Danu Batur ke Desa Tejakula menjadi bagian penting dalam tradisi desa. Air tersebut dianggap sebagai anugerah dari Ida Bhatara Ulun Danu, yang harus dibalas dengan pelaksanaan upacara dan penghormatan secara berkala.
Hingga kini, masyarakat Desa Tejakula terus menjaga tradisi dan kewajiban adat mereka, termasuk penghormatan kepada sumber air yang dianggap sebagai pemberian suci. Selain itu, seni dan budaya desa tetap hidup melalui pementasan yang melestarikan warisan leluhur.
Kesimpulannya, Desa Tejakula adalah cerminan kehidupan masyarakat Bali yang kaya akan tradisi, sejarah, dan harmoni dengan alam. Desa ini tidak hanya menjadi pusat budaya tetapi juga simbol keteguhan masyarakat dalam menjaga warisan leluhur. (TB)
   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!