Sejarah Kabupaten Jembrana Bali, Dulu Konon Bernama Jimbarwarna Tempat Tinggal Raja Ular

Author:
Share
Website Pemkab Jembrana

Asal-usul Kabupaten Jembrana Bali terhubung erat dengan kisah-kisah mitologis yang berkembang di tengah masyarakat. Nama Jembrana diperkirakan berasal dari Jimbarwana, sebuah kawasan hutan belantara yang diyakini sebagai tempat tinggal raja ular. 
Tradisi lisan dan cerita rakyat tentang kawasan ini telah menjadi inspirasi bagi pembentukan kekuasaan tradisional di daerah tersebut, termasuk pendirian kerajaan oleh etnik Bali Hindu dan kelompok etnik lainnya yang beragama Islam.  
Dilansir dari website Bappeda Jembrana, pada awal abad ke-17, I Gusti Made Yasa, penguasa Brangbang, mendirikan pusat pemerintahan bernama Puri Gede Jembrana. Raja pertama yang memimpin wilayah ini adalah I Gusti Ngurah Jembrana. 
Untuk memperkuat wibawa kerajaannya, berbagai pusaka, termasuk keris bernama “Ki Tatas,” diberikan kepada kerajaan. Selama masa pemerintahannya, tercatat tiga raja yang memimpin dari Puri Gede Jembrana.  
Pada abad ke-19, di bawah kekuasaan I Gusti Gede Seloka, pusat pemerintahan berpindah ke Puri Agung Negeri, yang kemudian dikenal sebagai Puri Agung Negara. Periode ini ditandai dengan dua tahap pemerintahan. 
Tahap pertama berlangsung hingga tahun 1855, ketika kerajaan masih bersifat otonom. Selama masa itu, Raja Jembrana menandatangani perjanjian bilateral dengan pemerintah Kolonial Belanda pada 30 Juni 1849.  
Tahap kedua terjadi setelah tahun 1855, ketika Jembrana diintegrasikan ke dalam sistem pemerintahan kolonial sebagai bagian dari Regentschap di Keresidenan Banyuwangi. Pada masa itu, I Gusti Ngurah Made Pasekan menjadi raja terakhir yang memimpin sebagai penguasa tradisional dan kemudian menjabat sebagai Regent atau Bupati hingga tahun 1866.  
Pada tahun 1882, reorganisasi pemerintahan membawa Jembrana menjadi bagian dari Afdeling di Keresidenan Bali dan Lombok. Daerah ini dibagi menjadi tiga distrik: Negara, Jembrana, dan Mendoyo. 
Sistem pemerintahan ini juga mencakup pengangkatan Perbekel untuk komunitas Islam dan kelompok etnik lainnya, mencerminkan keragaman sosial daerah tersebut.  
Momentum penting dalam sejarah Jembrana terjadi pada 15 Agustus 1895, ketika melalui Staatsblad Nomor 175 Tahun 1895, ditetapkan Singaraja dan Negara sebagai ibu kota masing-masing Afdeling. Sejak saat itu, nama “Negara” menjadi identitas administratif bagi Jembrana, menggantikan Singaraja yang sebelumnya menjadi pusat Keresidenan Bali dan Lombok.  
Dalam perkembangan selanjutnya, pada 1 Juli 1938, Jembrana menjadi daerah Swapraja di bawah kepemimpinan Anak Agung Bagus Negara. Ia memimpin selama 29 tahun, melewati periode penting seperti pendudukan Jepang, terbentuknya Negara Indonesia Timur, hingga kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1950.  
Sejak diberlakukannya gelar Bupati sebagai kepala pemerintahan daerah tingkat II pada tahun 1959, nama “Negara” terus dilestarikan sebagai ibu kota Kabupaten Jembrana, mencerminkan warisan sejarah yang panjang dan kaya dari daerah ini. 
Nama Jembrana dan Negara kini tidak hanya menjadi identitas geografis, tetapi juga simbol perjalanan sejarah yang mengakar dalam budaya dan tradisi masyarakatnya. (TB)
   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!