Sejarah Kelurahan Pendem Jembrana, Bermula dari Peristiwa I Gusti Rangsasa dengan Danghyang Nirarta

Author:
Share

Kelurahan Pendem, yang terletak di Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali, memiliki sejarah panjang yang erat kaitannya dengan dinamika pemerintahan dan spiritualitas masa lalu. Nama Pendem sendiri berasal dari peristiwa bersejarah yang melibatkan sosok penguasa setempat, I Gusti Rangsasa, serta kehadiran seorang brahmana dari Majapahit, Danghyang Nirarta.

Pada pertengahan abad ke-14, wilayah selatan Kabupaten Jembrana diperintah oleh seorang raja bernama I Gusti Rangsasa. Pemerintahannya dikenal sangat ketat, dengan aturan bahwa setiap orang yang melewati wilayahnya harus memberikan penghormatan kepada sang raja.

Namun, suatu hari, seorang pendeta sakti dari Majapahit, Danghyang Nirarta, tiba di wilayah kekuasaan I Gusti Rangsasa. Saat diminta untuk bersujud kepada raja, ia menolak dengan alasan bahwa ia hanya bersujud kepada Tuhan. Penolakan ini memicu kemarahan pengawal kerajaan yang mengancam akan membunuhnya. Sang pendeta kemudian memperingatkan bahwa paksaan tersebut akan membawa bencana bagi kerajaan.

Ketika Danghyang Nirarta akhirnya bersiap untuk bersujud, sebuah peristiwa luar biasa terjadi, Puri I Gusti Rangsasa runtuh seketika. Menyadari kekuatan luar biasa yang baru saja disaksikannya, sang raja melarikan diri ke arah utara bersama para pengikut setianya, menembus hutan belantara yang kemudian dikenal sebagai Jembrana—berasal dari kata Jember (rawa-rawa) dan Wana (hutan).

Setelah melarikan diri, I Gusti Rangsasa menetap di daerah yang dianggap aman dan akhirnya wafat di sana. Wilayah tempatnya meninggal kemudian dikenal sebagai Banjar Sawe Rangsasa (sawe berarti mayat), yang kini terletak di Kelurahan Dauh Waru dan berbatasan dengan Kelurahan Pendem.

Jenazahnya kemudian dikuburkan di sebelah baratnya, yang kemudian dikenal dengan nama Pendem, yang dalam bahasa Bali berarti “terkubur.” Pada tahun 1981, wilayah ini secara resmi ditetapkan sebagai Kelurahan Pendem.

Selain Pendem, beberapa lingkungan di kelurahan ini juga memiliki sejarah unik:

Dewasana – Wilayah ini didirikan oleh pengikut I Gusti Rangsasa yang tersesat dalam pelarian dan membawa Busana Dewa Anak Agung. Mereka mendirikan Pura Dewasana yang masih disungsung hingga kini.

Batu Belah – Terjadi ketika sebuah pohon enau tumbang dan membelah batu besar di lingkungan Dewasana. Dari celah batu tersebut muncul mata air yang membentuk sungai kecil bernama Tukad Titis.

Pancardawa – Sungai Tukad Titis mengalir melalui wilayah yang memiliki batu-batu besar yang tampak seperti pulau kecil. Masyarakat menyebutnya pancar (pulau) dan karena jaraknya panjang, disebut dawe, sehingga lahirlah nama Pancardawa.

Banjar Satria – Sebelumnya bernama Sebetan, wilayah ini dihuni oleh pengikut I Gusti Rangsasa yang merasa sedih setelah kematian rajanya. Pada tahun 1966, namanya diubah menjadi Banjar Satria untuk menghilangkan kesan duka dan memberi semangat baru, terutama karena daerah ini pernah dijadikan asrama militer pada masa penjajahan.

Seiring perkembangan zaman, Kelurahan Pendem telah dipimpin oleh berbagai tokoh, beberapa tokoh itu yakni 1914-1919: Pan Kanda, 1919-1927: I Gede Tulis, 1927-1932: I Nyoman Tisna, 1933-1934: I Ketut Seriwa, 1935-1955: I Gede Tulis, 1956-1965: I Gusti Putu Tegeh, 1966-1971: I Made Nulaba, 1972-1973: I Gusti Putu Segel, 1974-1979: I Wayan Kedi dan seterusnya.

Sejarah Kelurahan Pendem tidak hanya mencerminkan perjalanan pemerintahan, tetapi juga percampuran antara legenda, spiritualitas, dan perubahan sosial di Jembrana. Dari peristiwa mistis di Puri Encak hingga perjuangan masyarakat dalam membangun wilayahnya, Pendem menjadi saksi bisu perkembangan sejarah Bali dari masa kerajaan hingga era modern. (TB)

 

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!