![]() |
djinar.wordpress.com |
Pura Agung Blambangan merupakan salah satu pura terbesar di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang menjadi pusat peribadatan dan wisata religi bagi umat Hindu di daerah tersebut. Terletak di Kecamatan Muncar, Desa Tembokrejo, pura ini memiliki sejarah yang kaya dan unik yang mencerminkan hubungan harmonis antara umat Hindu dan Muslim di sekitarnya.
Sejarah Pura Agung Blambangan
Sejarah Pura Agung Blambangan dimulai pada tahun 1967, ketika umat Hindu Banyuwangi memutuskan untuk memindahkan tempat peribadatan mereka dari situs Umpak Songo. Alasan pemindahan ini adalah karena Umpak Songo dianggap tidak lagi memadai untuk menampung jumlah umat Hindu yang semakin bertambah. Setelah mencari lokasi yang cocok, mereka menemukan sebuah lahan kosong tidak jauh dari situs Umpak Songo.
Pada saat melakukan penggalian di lahan tersebut, umat Hindu menemukan beberapa sumber mata air yang diyakini terkait dengan sejarah kerajaan Blambangan. Salah satu sumber air yang ditemukan dianggap sebagai peninggalan kerajaan Blambangan.
Ketika membangun pondasi Padmasana (tempat pemujaan utama), tiga sumber air suci lainnya juga ditemukan dengan jarak yang berdekatan. Sumber-sumber air ini dianggap suci dan memiliki khasiat penyembuhan serta dijadikan sebagai bagian penting dari ritual keagamaan umat Hindu di pura ini.
Beberapa tahun kemudian, ketika umat Hindu melakukan perluasan jeroan dan pelataran pura, sumber air lainnya muncul dari tanah saat melakukan penggalian untuk bangunan kori agung atau pintu utama pura. Total, ada lima sumber air suci yang diyakini memiliki kekuatan spiritual dan khasiat tersendiri bagi para pengunjung dan pemeluk agama Hindu yang melakukan persembahyangan di Pura Agung Blambangan.
Struktur Pura Agung Blambangan
Struktur bangunan Pura Agung Blambangan didesain mengikuti arsitektur tradisional Hindu dengan detail yang kaya akan simbolisme dan makna religius. Bangunan utama pura ini terdiri dari beberapa bagian penting:
1. Padmasana: Merupakan tempat suci utama di pura ini, tempat pemujaan utama berlangsung. Di bawah Padmasana, mengalir terus-menerus tiga sumber air suci yang diyakini tidak pernah kering, bahkan saat musim kemarau sekalipun.
2. Kori Agung: Merupakan pintu gerbang utama yang mengarah ke dalam kompleks pura. Selama proses pembangunannya, salah satu dari lima sumber air suci juga ditemukan di area ini.
3. Jaba Pura: Bagian luar pura yang juga dikenal sebagai tempat suci dan pemujaan, di mana salah satu sumber air suci lainnya juga ditemukan.
Struktur bangunan pura ini menggambarkan kekayaan budaya dan spiritualitas Hindu yang kuat di Banyuwangi, terutama dalam konteks sejarah kerajaan Blambangan yang pernah berkuasa di wilayah ini. Pura Agung Blambangan secara resmi diresmikan pada tanggal 28 Juni 1980, bertepatan dengan hari raya Kuningan, yang menunjukkan hubungan erat pura ini dengan tradisi Hindu serta perayaan keagamaan masyarakat Hindu Banyuwangi.
Pura Agung Blambangan tidak hanya menjadi tempat ibadah dan persembahyangan, tetapi juga menjadi pusat spiritual dan kekuatan sosial bagi komunitas Hindu di Banyuwangi, sementara tetap menjaga harmoni dengan masyarakat Muslim di sekitarnya. Keberadaan pura ini memberikan dampak positif dalam memperkaya keragaman budaya dan toleransi antarumat beragama di daerah tersebut.(TB)
Sumber:
Kriswantoni, S., & Soetopo, D. (Tahun tidak disebutkan). “Eksistensi Pura Agung Blambangan di Banyuwangi.” Dalam Seminar Nasional Pendidikan Budaya dan Sejarah “Dibalik Revitalisasi Budaya,” diselenggarakan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Banyuwangi. ISBN: 978-602-72362-7-1.