![]() |
wikipedia.id |
Pura Goa Lawah terletak di Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Klungkung, Bali dan menghadap langsung ke laut di Kusamba, sisi selatan Klungkung. Pura Goa Lawah, yang telah berusia 10 abad, merupakan salah satu dari sembilan pura penyangga mata angin atau Pura Kahyangan Padma Bhuwana, menjadikannya salah satu pura terpenting bagi masyarakat Bali. Dalam kepercayaan Hindu Bali, Pura Goa Lawah diposisikan sebagai Pura penyangga arah tenggara (gneya) dari daratan Bali.
Pura ini didirikan pada tahun 929 Saka atau 1007 Masehi atas prakarsa Mpu Kuturan, seorang penasihat Raja Anak Wungsu. Di abad ke-14 Masehi, pura ini dipugar dan diperluas. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, lorong gua ini terhubung dengan mulut Gua Raja di Kompleks Pura Besakih yang berjarak sekitar 30 kilometer, meskipun lorong tersebut runtuh akibat gempa besar pada tahun 1917.
Keunikan Pura Goa Lawah terletak pada kawanan kelelawar yang memenuhi lorong gua ini. Keriuhan suara koloni hewan nokturnal ini menjadi salah satu fenomena menarik yang dapat disaksikan para pengunjung. Selain itu, relief kelelawar di salah satu gerbang atau Candi Gelung yang memisahkan halaman tengah (jaba tengah) dengan halaman dalam (jeroan) pura menjadi simbol bahwa hewan ini mendapat kedudukan khusus di pura ini.
Gua Lawah disebutkan memiliki hubungan erat dengan Pura Besakih di lereng Gunung Agung, yang merupakan pura induk (mother temple) bagi seluruh umat Hindu Bali. Menurut Lontar Prekempa Gunung Agung, Pura Goa Lawah merupakan representasi kepala dari Naga Basuki, sementara Pura Gua Raja di Kompleks Pura Besakih merepresentasikan ekornya. Dalam mitologi Hindu, Naga Basuki adalah salah satu dari tiga naga jelmaan dewa yang diturunkan untuk menyelamatkan bumi, simbol dari keseimbangan siklus yang terjadi di alam.
Konsep keseimbangan alam yang berkaitan erat dengan eksistensi Goa Lawah menjadikannya pusat pemujaan terhadap Bhatara Tengahing Segara, representasi Tuhan dalam wujud pemelihara lautan. Pura Goa Lawah merupakan tempat untuk memuja Dewa Maheswara yang menguasai arah mata angin tenggara dalam kepercayaan Hindu Bali.
Korelasi erat antara Goa Lawah dan Pura Besakih juga terlihat dalam prosesi upacara Ngaben. Setelah pelaksanaan Ngaben, umat Hindu melakukan persembahyangan di Goa Lawah, kemudian melanjutkan sembahyang di Pura Besakih sebagai wujud syukur terlaksananya upacara tersebut.
Dilansir dari website dispar.klungkungkab.go.id, dalam Lontar Usana Bali dan Lontar Babad Pasek, disebutkan jika Pura Goa Lawah didirikan sekitar abad ke-11. Diduga, Pura Goa Lawah dibangun atas anjuran Mpu Kuturan pada tahun 929 Saka atau 1007 Masehi. Mpu Kuturan adalah seorang pandita dari Jawa yang berperan menyatukan umat Hindu di Bali dan memperkenalkan konsep Pura Kahyangan Tiga serta mengukuhkan Pura Kahyangan Jagat.
Selain itu, pembangunan Pura Goa Lawah juga dikaitkan dengan perjalanan Danghyang Nirartha atau Dwijendra yang terkenal dalam penyebaran agama Hindu pada masa pemerintahan Kerajaan Waturenggong di Gelgel.
Lontar Padma Bhuwana menyebutkan bahwa Pura Goa Lawah termasuk dalam pura Sad Kahyangan Jagad, atau enam pura utama yang menjadi pilar Pulau Bali. Menurut kepercayaan masyarakat Bali, Sad Kahyangan Jagad adalah titik penting untuk memberikan keseimbangan spiritual di Bali.
Pura Goa Lawah merupakan stana Dewa Maheswara, penguasa arah tenggara (Agneya). Dalam Babad Siddhimantra Tatwa, Pura Goa Lawah memiliki hubungan dengan Pura Besakih di Kabupaten Karangasem, di mana Goa Lawah menjadi tempat keluarnya Ida Bhatara Hyang Basukih dari Gunung Agung melalui Goa Raja di Pura Besakih.
Pura Goa Lawah juga menjadi tempat penting dalam prosesi Nyegara Gunung, sebuah upacara untuk menghormati kekuatan gunung, laut, batu besar, gua, mata air, dan campuhan. Saat Belanda menjajah Bali, pura ini adalah saksi perlawanan rakyat Bali terhadap Belanda. Pada tahun 1849, ketika Belanda menyerang Kerajaan Klungkung dalam Perang Kusamba, Pura Goa Lawah menjadi salah satu pertahanan penting rakyat.
Dengan latar belakang sejarah, mitologi, dan perannya yang penting dalam kehidupan spiritual masyarakat Bali, Pura Goa Lawah tidak hanya menjadi tempat pemujaan tetapi juga warisan budaya yang harus dilestarikan. (TB)