![]() |
Website Kota Denpasar |
Di antara sekian banyak pura yang tersebar di Bali, terdapat sebuah pura yang memiliki keunikan tersendiri, yakni Pura Mekah. Terletak di Banjar Binoh, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Pura Mekah berbeda dari pura lainnya karena masih melestarikan tata cara Islam dalam beberapa upacaranya. Pura ini merupakan bukti nyata dari pengaruh musafir Islam yang datang ke Bali pada abad ke-15, meninggalkan warisan yang memadukan tradisi Hindu dan Islam.
Islam mulai masuk ke Bali sekitar abad ke-15, tepatnya saat Dalem Ketut Ngelesir, Raja Gelgel pertama, berkuasa dari tahun 1380 hingga 1460. Dalam kunjungannya ke Kerajaan Majapahit, ia diantar kembali ke Bali oleh empat puluh orang dari Majapahit, termasuk di antaranya Raden Modin dan Kiyai Abdul Jalil. Kedatangan mereka menjadi penanda awal masuknya Islam ke Pulau Bali, yang kemudian berkembang pesat di wilayah Kerajaan Gelgel.
Pura Mekah sendiri didirikan sebagai simbol dari kontak dagang dan perantauan yang dilakukan oleh para musafir dan pedagang Islam. Bangunan suci ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat pemujaan, tetapi juga sebagai pusat toleransi beragama. Ini terlihat dari tradisi dan ritual yang masih dilakukan dengan menghadap ke arah barat, sesuai ajaran Islam, serta larangan penggunaan daging babi dalam upacara di pura ini.
Menurut Putu Setia, nama “Mekah” pada Ratu Gede Dalem Mekah tidak merujuk pada kota suci di Arab Saudi, melainkan desa Mekah yang ada di Probolinggo atau Mojokerto, atau mungkin wilayah lain di Bali. Ini menunjukkan bahwa Pura Mekah memiliki akar sejarah yang kuat dengan para leluhur dari Majapahit yang membawa ajaran Islam sinkretik, yang kemudian dipuja dengan sesajen khas Hindu.
Pura Mekah memiliki beberapa pelinggih (bangunan suci) yang memiliki fungsi berbeda. Pelinggih Ratu Gede Bagus adalah tempat bersthananya para dewa ketika ada rapat besar, sementara Pelinggih Ratu Ayu merupakan tempat bagi para Dewi yang menciptakan kesuburan lingkungan. Pelinggih Gedong Ratu Gede Dalem Mekah adalah tempat bersemayamnya para dewa atau leluhur yang beragama Islam.
Keunikan lain dari Pura Mekah adalah adanya larangan untuk mempersembahkan daging babi dalam upacara-upacara yang dilakukan di pura ini. Tradisi umat Hindu biasanya melibatkan sesajen yang berisi daging babi, tetapi di Pura Mekah, hal ini diharamkan. Selain itu, sembahyang di pura ini dilakukan dengan menghadap ke arah barat, bukan ke arah timur atau utara seperti umumnya pura-pura di Bali.
Kanduk Supatra menjelaskan bahwa setiap piodalan atau odalan (perayaan hari lahir pura) di Pura Mekah dilakukan dengan menghadap ke arah barat, yang konon merupakan arah asal leluhur mereka dari Jawa. Prosesi ini melibatkan tarian dan pengaturan sesajen yang menghadap ke barat, menunjukkan pengaruh kuat dari tradisi Islam yang dibawa oleh para pendiri pura ini.
Keberadaan Pura Mekah menjadi simbol penting dari toleransi beragama di Bali. Meskipun mayoritas penduduk Bali beragama Hindu, sejarah dan tradisi Pura Mekah menunjukkan bahwa hubungan antara umat Hindu dan Islam di Bali telah berlangsung harmonis selama berabad-abad. Tradisi unik yang ada di Pura Mekah merupakan warisan budaya yang patut dilestarikan dan menjadi contoh nyata dari kerukunan antarumat beragama di Indonesia. (TB)