Sejarah Pura Silayukti di Karangasem Bali, Bermula dari Pasraman Mpu Kuturan, Berkembang di Masa Penjajahan Belanda

Author:
Share

Sejarah peradaban Bali memancarkan pesona spiritual dan kultural yang kental, di mana setiap detailnya mengandung makna mendalam. Salah satu titik penting dalam sejarah tersebut adalah peran besar Mpu Kuturan, seorang arsitek visioner yang memberikan kontribusi monumental terhadap wajah dan kehidupan religius masyarakat Bali. 

Pura Silayukti, yang terletak di Teluk Padang yang kini dikenal sebagai Padangbai, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem merupakan peninggalan bersejarah yang mencerminkan keagungan dan kedalaman spiritual Bali.

Mpu Kuturan: Arsitek Spiritual Bali

Mpu Kuturan bukan sekadar tokoh sejarah biasa. Dialah arsitek penting di balik konsep desa pakraman, kahyangan tiga, dan bangunan suci berbentuk meru yang kini menjadi ikonik di Bali. Dengan visi dan pemikiran yang cemerlang, Mpu Kuturan membentuk Bali sebagai sebuah pulau yang sarat dengan nuansa sosial-religius yang unik. Konsep-konsep yang diciptakannya menjadi pijakan kuat bagi peradaban Bali yang berkembang pesat.

Pura Silayukti sendiri menjadi salah satu manifestasi nyata dari pemikiran Mpu Kuturan. Terletak di kawasan bukit yang oleh masyarakat setempat disebut Gunung Luhur, pura ini dahulu menjadi tempat pasraman bagi sang empu. Di sinilah Mpu Kuturan merenungkan dan mewujudkan konsep-konsep visionernya yang mengubah Bali secara fundamental.

Silayukti: Tingkah Laku Mulia

Nama “Silayukti” sendiri memiliki makna mendalam. Dalam bahasa Sansekerta, “silayukti” bermakna ‘tingkah laku yang benar dan baik’. 

Tempat ini, Gunung Luhur, menjadi saksi bisu bagaimana Mpu Kuturan menjalani kehidupan yang mulia dan benar, menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya.

Peran Danghyang Nirartha

Dalam kitab Dwijendra Tattwa, disebutkan bahwa Raja Gelgel, Dhalem Waturenggong, memerintahkan Ki Gusti Penyarikan untuk mengantarkan Danghyang Nirartha beristirahat di pasraman Mpu Kuturan di Silayukti. 

Danghyang Nirartha, selain sebagai purohita kerajaan Gelgel, juga menjadi arsitek bagi beberapa bangunan suci penting di Bali, termasuk padmasana. Konsep keesaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang dipuja dalam padmasana telah tertanam dalam ajaran Mpu Kuturan sejak lama.

Transformasi Pura Silayukti

Pura Silayukti awalnya hanya berupa satu bangunan suci bebaturan. Namun, pada tahun 1931, pemerintahan kolonial Belanda mengubahnya menjadi meru tumpang tiga yang masih berdiri kokoh hingga kini. 

Berbagai perubahan dan pembenahan dilakukan, termasuk penambahan pelinggih dan pembangunan gedong-gedong suci lainnya. Pemugaran terus dilakukan, menjadikan Pura Silayukti sebagai pusat spiritual dan kultural yang terus berkembang.

Tempat Pemujaan Lainnya: Pura Tanjung Sari dan Pura Telaga Mas

Di sekitar kawasan Bukit Silayukti, terdapat juga Pura Tanjung Sari dan Pura Telaga Mas. Pura Tanjung Sari, yang terletak di ujung selatan kaki bukit, diyakini sebagai tempat pemujaan bagi Mpu Baradah, yang merupakan utusan Raja Airlangga. 

Sedangkan Pura Telaga Mas, yang berada di sisi utara dan bersebelahan dengan Pura Silayukti, diyakini sebagai tempat permandian Mpu Kuturan.

Kesimpulan

Pura Silayukti, dengan sejarah dan keindahan arsitekturnya, menjadi simbol penting dalam sejarah spiritual dan kultural Bali. Dengan peran Mpu Kuturan sebagai arsitek spiritual, pura ini menggambarkan keagungan dan kekayaan tradisi Bali yang terus hidup dan berkembang hingga saat ini.

Sebagai peninggalan berharga, Pura Silayukti tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat pembelajaran dan penghargaan terhadap warisan budaya Bali yang kaya dan indah. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!