Istimewa |
Seniman
Badung I Ketut Putrayasa mendapat kesempatan untuk merespon ajang ‘World Conference Economy Creative’ yang
digelar di Hotel Westin, Nusa Dua.
Sebanyak
35 karya seni instalasi bambu yang dikerjakan ratusan orang tersebut
menurut rencana ditinjau Presiden RI Joko
Widodo, Kamis (6/10/2022).
Nusa
Dua memang menjadi konsentrasi dunia
beberapa hari belakangan ini. Pasalnya, pertemuan tingkat tinggi KTT G20 akan
dihadiri para petinggi negara dari berbagai penjuru dunia.
“Saya
hanya merespon lewat karya instalasi bambu. Bambu menjadi alternatif dalam
penerapan material ekologis dengan syarat aman bagi kesehatan manusia dan
lingkungan, atau disebut juga sebagai material yang “Sustainable &
Environmentally Friendly”,” ungkap Putrayasa, Kamis 6 Oktober 2022.
Ia
menuturkan, karya seni instalasi ini memakai bambu sebagai material utama.
Subjek materi dalam karya ini menampilkan bentuk jamur sebagai ungkapan
metaforik yang menggambarkan pertumbuhan dan kebersamaan layaknya sifat
tumbuhan jamur yang tumbuh dengan cepat dalam satu koloni spora, subjek materi
jamur ini dipertegas dengan pemakaian material bambu yang secara alamiah
memiliki sifat kuat, tangguh, dan lentur.
“Nilai
tersebut juga hadir dalam proses pengerjaan karya ini yang dibuat secara
kolektif. Sebagai seniman, saya dibantu oleh 700 orang yang bekerja bersama
selama 10 hari,” ujarnya.
Lebih
lanjut dijelaskan, nilai kolektivitas dalam penciptaan karya seni rupa menguat
sejak beberapa tahun terakhir sebagai sebuah wacana dalam ekosistem seni rupa
kontemporer.
“Nilai
komunal dan kolektivitas dalam konteks penciptaan karya sesungguhnya telah ada
dalam tradisi penciptaan karya seni rupa dan budaya visual dalam ruang ruang
kebudayaan tradisi kita di Bali,” ucap seniman asal Tibubeneng, Kuta Utara
Badung itu.
Ia
menjelaskan, ada sistem pengorganisasian kerja yang terjadi dalam kerja
kolektif yang terjadi dalam kerja kolektif di ruang tradisi; bagaimana seorang
perupa yang diposisikan sebagai sangging atau undagi yang bertanggungjawab pada
para pengayah atau artisan yang bekerja membantu mewujudkan bentuk dan konsep
yang telah ditetapkan sang perupa.
Disamping
secara pola kerja kolektif, secara pilihan teknis karya ini, kata Putrayasa
juga menggali dari pengetahuan kontruksi tradisional Bali dalam mengolah
material bambu.
“Teknik
jalinan, ikatan dan anyaman kontruksi yang disebut iket tinjeh dalam pengerjaan
bade atau menara pengusung jenazah dalam upacara ngaben dikembangkan dalam
proses penciptaan karya ini,” katanya. (TB)