Dugaan insiden penganiayaan terhadap seorang siswi oleh teman sekelasnya di SMP PGRI 7 Denpasar kini telah diselesaikan melalui pendekatan kekeluargaan.
Penyelesaian tersebut tercapai dalam pertemuan antara orang tua siswa, pihak sekolah, Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Bali, serta Tim Remaja, Anak dan Wanita (Renakta) Polda Bali pada Sabtu, 10 Mei 2025.
Kepala SMP PGRI 7 Denpasar, I Nyoman Ardika, S.Pd., M.Pd., menjelaskan bahwa insiden bermula dari kesalahpahaman seputar iuran kelas yang dikelola oleh bendahara siswa.
Perbedaan pendapat tersebut kemudian memicu reaksi emosional, namun telah berhasil diselesaikan secara internal oleh guru wali kelas dan tim bimbingan konseling.
“Dari hasil klarifikasi, tidak ada unsur pengeroyokan maupun tindakan perundungan. Kedua siswa yang terlibat bahkan dikenal cukup akrab di lingkungan sekolah,” ujar Ardika.
Dalam semangat menjaga ketenangan dan keharmonisan proses belajar mengajar, sekolah pun menempuh jalur restoratif dengan menghadirkan semua pihak terkait.
Hasilnya, kedua orang tua siswa sepakat menandatangani surat perjanjian damai bermaterai, disaksikan oleh KPAD Bali, Tim Renakta Polda Bali, dan perwakilan sekolah.
Ardika menekankan bahwa peristiwa tersebut merupakan bentuk luapan emosi sesaat dan tidak berlanjut menjadi konflik berkepanjangan.
Ia pun mengimbau masyarakat untuk tidak terburu-buru menyimpulkan peristiwa tanpa melihat fakta yang utuh.
“Kami berkomitmen menciptakan suasana belajar yang aman dan nyaman. Sekolah akan terus melakukan pemantauan serta pendampingan terhadap para siswa agar kejadian serupa tidak terulang,” tegasnya.
Pihak sekolah juga menyampaikan apresiasi kepada semua pihak, terutama KPAD Bali, Tim Renakta Polda Bali, serta Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga, atas perhatian dan dukungan dalam menjaga lingkungan pendidikan yang sehat dan inklusif. (TB)