![]() |
Istimewa |
Ida I Dewa Agung Gde Oka Geg lahir pada tahun 1895 di Puri Semarabawa, bagian dari kompleks Puri Agung Klungkung. Beliau merupakan putra dari Ida I Dewa Agung Gde Semarabawa yang merupakan saudara Raja Klungkung kala itu, Ida I Dewa Agung Jambe II.
Sejak masa muda, Dewa Agung Oka Geg mendalami ilmu keagamaan dan sastra Jawa Kuno, seperti kekawin, tembang, serta mawirama, di bawah bimbingan Ida Pedanda Gde Ketut Pidada dari Griya Pidada Klungkung dan Ida Pedanda Gde Nyoman Jumpung Keniten dari Griya Jumpung Anyar Dawan Kelod. Selain itu, beliau juga belajar seni dramatari Gambuh bersama sepupunya, Dewa Agung Gde Agung, putra mahkota Kerajaan Klungkung.
Saat Perang Puputan Klungkung tahun 1908, Dewa Agung Oka Geg menjadi salah satu korban selamat. Beliau ditemukan terluka parah di antara tumpukan jenasah prajurit dan rakyat yang gugur. Dalam kondisi kritis, masyarakat Desa Jumpai berusaha menyelamatkannya, tetapi tentara Belanda berhasil merebut dan merawat beliau hingga sembuh. Setelah itu, beliau diasingkan ke Lombok selama 20 tahun.
Pada tahun 1929, Dewa Agung Oka Geg diangkat sebagai Raja Klungkung, menggantikan Dewa Agung Jambe III dan putra mahkotanya yang gugur dalam perang. Pelantikannya dilakukan di Pura Dasar Bhuwana Gelgel melalui upacara Abhiseka Ratu dengan tingkat Utamaning Utama Nyatur Muka, yang dipimpin oleh Ida Pedanda Gde Nyoman Jumpung Keniten.
Sebagai Raja Klungkung, Dewa Agung Oka Geg memiliki peran penting dalam pembangunan Bali. Salah satu jasanya adalah memprakarsai renovasi besar-besaran Pura Besakih pada tahun 1930 setelah mengalami kerusakan akibat gempa tahun 1917. Untuk mendanai proyek tersebut, beliau menyisihkan sebagian gajinya dan mengajak para raja Bali lainnya melalui Paruman Agung di Balai Kertha Gosa.
Kontribusinya juga terlihat dalam bidang politik, kebudayaan, dan keagamaan. Pada masa kolonial hingga awal kemerdekaan, beliau terlibat dalam pendirian Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) melalui Partai Nasional Hindu Bali. Saat karya besar Eka Dasa Rudra di Pura Besakih pada tahun 1963, beliau dipercaya sebagai Pengrajeg Karya oleh Gubernur Bali pertama, Anak Agung Bagus Sutedja.
Ida I Dewa Agung Gde Oka Geg wafat pada tahun 1964, dan upacara pelebonnya dilaksanakan setahun kemudian dengan tingkat Utamaning Utama. Saat upacara puncak, rakyat Klungkung menunjukkan rasa setia kepada rajanya dengan memotong rambut sebagai simbol penghormatan. Hingga kini, nama beliau dikenang sebagai salah satu raja besar yang mengabdikan hidupnya untuk kemajuan Bali. (TB)