Tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kembali menuai sorotan publik. Salah satu yang mencuri perhatian adalah tunjangan beras DPR yang mencapai Rp12 juta per bulan.
Angka ini jauh di atas tunjangan beras aparatur sipil negara (ASN) yang hanya setara 10 kilogram atau sekitar Rp72 ribu.
Wakil Ketua DPR, Adies Kadir, menjelaskan bahwa gaji pokok anggota DPR tidak pernah mengalami kenaikan sejak lebih dari 20 tahun lalu, yakni tetap di angka Rp4,2 juta per bulan. Namun, berbagai tunjangan yang melekat justru terus mengalami penyesuaian sesuai kebutuhan.
“Sudah dua dekade gaji pokok DPR tidak berubah. Yang mengalami penyesuaian adalah tunjangan, termasuk tunjangan beras yang kini Rp12 juta per bulan,” ujar Adies.
Dengan tambahan tunjangan beras serta tunjangan lain seperti perumahan, transportasi, komunikasi, dan bensin, total penghasilan anggota DPR RI kini diperkirakan mencapai Rp69–70 juta per bulan.
Besarnya angka tunjangan ini menimbulkan perdebatan di masyarakat. Tidak sedikit warganet menilai nominal Rp12 juta untuk tunjangan beras terlalu berlebihan, mengingat standar kebutuhan rumah tangga tidak sebesar itu.
Jika dibandingkan, ASN hanya memperoleh tunjangan beras sekitar 10 kilogram per bulan yang nilainya tidak lebih dari Rp100 ribu. Perbedaan mencolok inilah yang kemudian memunculkan kritik terhadap keadilan dalam pemberian tunjangan pejabat negara.
Adies menegaskan, DPR tidak serta-merta menetapkan sendiri besaran tunjangan tersebut. Menurutnya, semua sudah diatur melalui keputusan pemerintah dan kementerian terkait.
“Kalau soal gaji, memang tetap sama sejak 20 tahun lalu. Sedangkan tunjangan mengikuti kebijakan yang sudah ditentukan,” tegasnya.
Meski sah secara aturan, tunjangan beras Rp12 juta tetap menjadi isu panas yang diperdebatkan publik. Banyak pihak mendesak agar DPR lebih transparan dalam menyampaikan komponen gaji dan tunjangan, sekaligus memastikan bahwa kebijakan tersebut sesuai prinsip keadilan. (TB)