net. |
Umat
Hindu menjadi minoritas di Provinsi Aceh. Kini mereka hanya tersisa sebanyak 91
orang. Hal ini sesuai dengan data dari ppid.acehprov.go.id pada tahun 2020. Umat Hindu ini
menyebar di Kabupaten Aceh Timur sebanyak 2 orang, Aceh Besar sebanyak 14
orang, Aceh Utara sebanyak 2 orang, Aceh Singkil 7 orang, Bireuen 16 orang, Aceh
Barat Daya 3 orang, Nagan Raya 3 orang, Aceh Tamiang 7 orang, Kota Banda Aceh 21
orang, Kota Sabang 2 orang, 21 Kota Lhokseumawe 1 orang, dan Kota Langsa 13
orang. Untuk diketahui, umat Hindu yang mendiami aceh ini merupakan pemeluk
Hindu Tamil.
Dilansir
dari situs resmi PHDI, Etnis Tamil sebagai pemeluk Hindu Tamil merupakan salah
satu kelompok minoritas di Aceh. Walaupun jumlah mereka sedikit, etnis Tamil
pemeluk Hindu Tamil memiliki semangat yang besar untuk mempertahankan tradisi
nenek moyang, salah satunya perayaan Pangguni Uthiram.
Etnis
Tamil pemeluk Hindu Tamil itu berasal dari daratan India. Mereka diperkirakan
datang ke Nusantara, terutama Aceh, pada abad ke-8 dan ke-9 Masehi. Kedatangan
mereka dengan maksud beragam, antara lain berdagang. Banyak dari etnis Tamil
yang merantau ke Aceh itu tidak kembali ke tanah kelahiran mereka.
Jejak
etnis Tamil pemeluk Hindu Tamil itu masih dapat dilihat di Banda Aceh. Di ibu
kota Provinsi Aceh itu masih berdiri kokoh tempat ibadah Hindu Tamil, Kuil Maha
Kumbha Abhisegam Palani Andawer, di Gampong (Kampung) Keudah, Kecamatan Kuta
Raja, Banda Aceh. Kuil itu berdiri sejak 1934. Sempat hancur ketika tsunami
2004, kuil itu dibangun dan dibuka lagi pada 2012.
Kuil
itu memiliki 30-an anggota jemaat Hindu Tamil. Mereka merupakan keturunan
langsung etnis Tamil pemeluk Hindu Tamil pertama yang datang ke Aceh. Mereka
hidup membaur dengan masyarakat setempat dengan sejumlah profesi, antara lain
pedagang dan pemilik bengkel sepeda motor.
Melalui
30-an orang itulah sejumlah tradisi nenek moyang etnis Tamil pemeluk Hindu
Tamil masih terpelihara di Bumi Serambi Mekkah, Aceh. Salah satu tradisi khas
mereka adalah ketika melaksanakan perayaan Pangguni Uthiram.
Pendeta
Hindu Tamil, Swathi Jayabharathi Merkel, pada tahun 2016 lalu mengatakan, Pangguni
Uthiram merupakan ritual bersyukur etnis Tamil pemeluk Hindu Tamil kepada Dewa
Murugan. Pangguni Uthiram jatuh pada bulan ke-12 kalender matahari Tamil atau
setiap 15 Maret-15 April.
“Perayaan
ini diselenggarakan di seluruh kuil Hindu Tamil setiap tahun di seluruh dunia,
termasuk di Aceh dan daerah lain di Indonesia. Ini merupakan salah satu tradisi
asli etnis Tamil pemeluk Hindu Tamil, yang masih dan wajib dipertahankan
sebagai identitas diri,” ujarnya.
Bagi
masyarakat non-Hindu Tamil, perayaan Pangguni Uthiram menjadi acara yang
ditunggu tiap tahun. Ada atraksi unik dalam perayaan ketika umat Hindu Tamil
melakukan pengorbanan diri, seperti menusuk lidah, mulut, dan tubuh dengan
sejumlah tombak besi dan mata pancing. Pengorbanan itu dilakukan sebagai nazar,
misalnya karena usaha sukses dan sakit dari sembuh.
Dosen
sejarah pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
(Unsyiah) sekaligus Kepala Pusat Penelitian Ilmu Sosial dan Budaya Unsyiah
Husaini Ibrahim mengatakan, kebudayaan Aceh saat ini tidak terlepas dari
pengaruh budaya pra-Islam. Sekitar abad ke-8 dan ke-9 Masehi, jauh sebelum
Islam tiba, Hindu menjadi agama utama di Aceh.
Hindu
dibawa pendatang dari India. Sebagian besar jejak kebudayaan pra-Islam itu pun
masih diterapkan hingga sekarang, seperti budaya peusijuk. Jejak pra-Islam dari
India terlihat dari berbagai resep makanan Aceh yang terbuat dari kari, seperti
kuah beulangong. Bukti fisik terlihat dari keberadaan benteng-benteng bernama
Sansekerta, yakni Benteng Indrapatra, Indrapuri, dan Indrapurwa. (TB)