![]() |
ist |
Viral
video perusakan sesajen di situs Kawitan Alas Purwo. Dimana perusakan ini
dilakukan oleh seorang pelajar salah satu SMK di Banyuwangi. Setelah melakukan
perusakan sesajen, pelejar ini pun meminta maaf.
Lalu
bagaimanakah sejarah dari situs Kawitan Alas Purwo ini?
Situs
Kawitan Alas Purwo berada di areal Taman Nasional Alas Purwo, Kecamatan
Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Situs ini merupakan situs yang
disucikan oleh umat Hindu. Situs ini merupakan salah satu jejak peninggalan
sejarah Kerajaan Blambangan, Jawa Timur, salah satu kerajaan Hindu terakhir di
Pulau Jawa.
Dilansir
dari website sejarah-budaya.com, di kawasan ini kini sudah ada sebuah pura yang
bernama Pura Giri Selaka atau yang sering disebut sebagai Pura Kawitan di Alas
Purwo. Diketahui situs ini telah ditemukan secara tidak sengaja oleh masyarakat
sekitar, pada tahun 1967.
Pura
yang berada di Dusun Kaliagung, Desa Kendalrejo, Kecamatan Tegaldlimo,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur ini, dikenal sebagai pura kawitan atau yang
pertama. Adapun jejak ditemukannya pura kawitan ini, saat masyarakat Kecamatan
Tegaldlimo melakukan babat lahan untuk pertanian.
Ketika
membersihkan lahan di tempat berdirinya Pura kawitan inilah, masyarakat
menemukan sebuah gundukan tanah yang dipenuhi tanaman belukar. Dalam
hal ini, masyarakat ingin meratakan gundukan tersebut hingga kelak dapat
dijadikan lahan cocok tanam. Akan tetapi, setelah dibersihkan semak belukarnya
terlihat ada bongkahan-bongkahan bata besar yang masih tertumpuk, persis
seperti gapura kecil.
Melihat
banyaknya bongkahan batu bata tadi, masyarakat sekitarpun berbondong-bondong
membawa bongkahan bata-bata itu ke rumahnya. Setelah dibawa, mereka
memanfaatkan bata tersebut sebagai bahan membuat tungku dapur, untuk membuat
alas rumah dan lain sebagainya.
Ternyata,
ketidak tahuan masyarakat itu, menyebabkan munculnya berbagai musibah bagi
warga yang mengambil bata-bata tersebut. Ada yang terkena musibah ternaknya
mati, kecelakaan kendaraan dan yang paling banyak musibah sakit. Hingga pada
suatu malam, ada suara sebuah sabda yang menyuruh agar bongkahan batu bata
tersebut dikembalikan ke tempatnya semula, karena bongkahan-bongkahan itu
adalah tempat pertapaan suci Hindu zaman dulu yaitu Mpu Bharadah .
Selanjutnya,
pasca-penemuan batu bata yang sebenarnya pura tersebut, masyarakat setempat
lalu menjadi sangat yakin dengan kekuatan dan kesucian situs Alas Purwo
tersebut. Sampai ada keinginan seorang pemuka agama atau pemangku untuk
memagari situs itu.
Akan
tetapi, belum sampai tuntas mewujudkan keinginannya, pemangku tersebut keburu
meninggal. Dari kejadian itu didapatkan sabda dari sang pemangku bahwa, situs
Alas Purwo pura kawitan ini wajib dipuja semua umat manusia diseluruh muka bumi
ini tanpa dibatasi sekat-sekat golongan.
Pihak
Dinas Purbakala pun akhirnya berniat menjadikan situs Alas Purwo sebagai benda
peninggalan sejarah. Di sisi lain, umat Hindu yang ada di sekitar kawasan
tersebut, yang secara turun-temurun mengaku sebagai penganut kebatinan/kejawen
untuk alasan keselamatan mereka, sangat menghormati dan merawat dengan seksama
situs tersebut.
Untuk
menghindari hal-hal yang tak diinginkan, umat Hindu akhirnya membuatkan sebuah
pura, sekitar 65 meter dari situs Alas Purwo saat ini. Ini dilakukan pada 1996,
ketika agama Hindu sudah berkembang kembali di tanah air, dan warga setempat
yang sebagian besar petani sudah banyak yang beralih menganut agama leluhur
mereka, Hindu. Ini dilakukan dengan bantuan umat Hindu Bali. Situs yang
ditemukan itu sendiri dibiarkan seperti semula, namun tetap menjadi tempat
pemujaan untuk umum, tak terbatas bagi umat Hindu.
Untuk
menuju Pura Alas Purwo yang disungsung umat Hindu Kecamatan Tegaldlimo,
Banyuwangi, para pengunjug harus memasuki kawasan hutan Taman Nasional Alas
Purwo.
Dilansir
dari lamongantoday.pikiran-rakyat.com disebutkan jika dahulu jauh sekitar
1.000-2.000 tahun lebih, di sini adalah gerbang gapura yang memang menjadi
tempat untuk berdoa. Alas Purwo masih kental dengan nuansa Bali dan
kebanyakan orang menyebutkan identik dengan sosok Mpu Bharada.
Dilansir
dari Nusa Bali, Ketua PHDI Kecamatan Tegaldlimo, Joko Setioso mengatakan Situs
Kawitan adalah salah satu bukti sejarah panjang peradaban umat Hindu di Bumi
Blambangan.
Untuk menjaga kesucian Situs Kawitan, mulai tahun 1992 dibuatkan tempat
sembahyang lebih luas yakni Pura Luhur Giri Salaka, sekitar 50 meter dari Situs
Kawitan. Pura Luhur Giri Salaka pertama kali dibangun oleh Ketua PHDI
Tegaldlimo, saat itu bersama Gubernur Bali periode 1998-2003 dan 2003-2008,
Dewa Made Berata.
Joko Setioso mengatakan, pamedek pura ini biasanya sembahyang pertama di Situs
Kawitan. Kemudian menyusuri jalan setapak di antara pepohonan besar dan rindang
sekitar 50 meter untuk tiba di Pura Luhur Giri Salaka. Pujawali atau piodalan
di tempat suci ini pada Budha Kliwon Sinta atau Pagerwesi. Dan saat odalan,
pemedek bisa mencapai 5.000-an pemedek.
Di Kecamatan Tegaldlimo terdapat 1.478 KK umat Hindu, di 9 desa.
Dilansir dari beritajatim.com, Situs Kawitan diyakini dapat mengabulkan
permohonan. Tak ayal, banyak orang yang mendatangi tempat ini. Baik untuk
bertapa maupun sekadar datang membawa bunga. Bahkan, sejumlah pejabat dan
menteri mulai era orde baru hingga reformasi disebut kerap mengunjungi
tempat ini apalagi menjelang pemilihan umum. Konon, banyak yang permohonannya
terkabul usai dari sana. Mereka yang datang itu berasal dari berbagai daerah
seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan yang terbanyak dari Bali. (TB)