I Wayan Agus Suwartama, seorang pemuda berusia 22 tahun dari Mataram, Nusa Tenggara Barat, kini menjadi sorotan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pelecehan seksual terhadap dua mahasiswi.
Pria yang akrab dipanggil Agus Buntung ini adalah penyandang disabilitas tunadaksa, yang membuat kasus ini semakin menarik perhatian publik dan memicu perdebatan luas.
Kisah Agus mencuat setelah pengacara ternama Hotman Paris dan anggota DPR R I Ahmad Sahroni turut membagikan unggahan Agus di akun media sosial mereka. Dalam video yang beredar luas, Agus membantah tuduhan yang dialamatkan padanya.
Dengan nada penuh emosi, ia menjelaskan bahwa kondisi fisiknya yang sangat bergantung pada bantuan orang tua membuatnya merasa mustahil melakukan tindakan tersebut. Ia menegaskan bahwa setiap aktivitas sehari-harinya, mulai dari mandi hingga makan, masih sepenuhnya dibantu oleh orang tuanya.
Namun, pihak kepolisian memiliki pandangan berbeda. Kombes Pol Syarief Hidayat, Direktur Kriminal Umum Polda NTB, mengungkapkan bahwa berdasarkan pemeriksaan saksi dan ahli, serta hasil visum korban, ditemukan bukti yang menguatkan dugaan terjadinya kekerasan seksual.
Meski tidak ditemukan luka robek pada korban, ada tanda-tanda yang mengarah pada hubungan badan, yang menurut keterangan polisi, dilakukan oleh Agus dalam kondisi dipengaruhi minuman keras.
Penyelidikan lebih lanjut mengungkap motif di balik dugaan tindakan Agus. Berdasarkan pemeriksaan psikologis, disebutkan bahwa Agus diduga melakukan perbuatan itu sebagai bentuk balas dendam atas pengalaman bullying yang ia alami. Kondisi korban yang lemah disebut dimanfaatkan oleh Agus untuk melancarkan aksinya.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Agus tidak ditahan. Kombes Pol Syarief menjelaskan bahwa Agus bersikap kooperatif selama proses pemeriksaan. Namun, ia tetap dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang dapat membuatnya menghadapi hukuman hingga 12 tahun penjara atau denda sebesar Rp 300 juta.
Kasus ini tidak hanya mengundang simpati, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana seorang penyandang disabilitas dapat dianggap mampu melakukan tindakan kriminal berat. Di tengah kontroversi yang terus memanas, masyarakat menanti proses hukum selanjutnya untuk mendapatkan kejelasan atas kebenaran yang sesungguhnya. (TB)