Perang
bharatayudha antara pihak pandawa dan kurawa berlangsung sangat dahsyat di
Kuruksetra. Ratusan ribu ksatria dan prajurit harus tewas dalam perang selama
18 hari itu dari keduabelah pihak.
Walaupun
demikian, masih ada ksatria yang berhasil selamat dan tidak terbunuh. Di pihak
Kurawa hanya tersisa tiga orang ksatria. Sementara sisanya telah gugur di
tangan pandawa. Berikut 3 ksatria yang selamat dari maut di pihak kurawa usai
perang bharatayudha.
1. Aswatama
Aswatama
merupakan putra Drona dengan Krepi. Ia adalah putra kesayangan Drona dan
dimanjakan. Dalam Hindu, ia dikenal sebagai salah satu dari tujuh ciranjiwi
(makhluk abadi), yang dikutuk untuk hidup selamanya tanpa memiliki rasa cinta,
setelah melakukan pembunuhan terhadap lima putra Pandawa dan mencoba
menggugurkan janin yang dikandung oleh Utari, istri Abimanyu.
Saat
perang Bharatayudha, Aswatama memihak kepada Kurawa. Keputusannya itu juga
memaksa Drona untuk bergabung dengan Kurawa. Setelah mengetahui bahwa ayahnya
terbunuh karena suatu tipuan, Aswatama pun murka. Ia mengeluarkan senjata
Narayanastra untuk memusnahkan Pandawa.
Menurut
versi Mahabharata terjemahan Kisari Mohan Ganguli, senjata Narayanastra
berhasil memusnahkan satu aksohini laskar Pandawa. Setelah menggunakan
Narayanastra, pertempuran sengit antara kedua belah pihak berlanjut kembali.
Aswatama mengalahkan Drestadyumna dalam pertarungan langsung, tetapi gagal
untuk membunuhnya karena Satyaki dan Bima segera menolongnya. Setelah
pertempuran berlanjut, Aswatama berhasil membunuh Raja Nila dari Mahismati
Dalam
kitab Sauptikaparwa dikisahkan bahwa pada hari ke-18 dalam keadaan sekarat,
Duryodana mengangkat Aswatama sebagai panglima tertinggi Korawa, dan memohon
agar ia membalaskan dendam Duryodana. Aswatama yang juga memiliki dendam
berjanji untuk membunuh para perwira pihak Pandawa demi Duryodana setelah
perang berakhir secara resmi.
Aswatama
bersama Krepa dan Kertawarma kemudian menyelinap ke perkemahan pandawa.
Pertama-tama,
Aswatama mencari tenda Drestadyumna lalu membunuhnya. Keributan yang terjadi
membuat Srikandi dan Pancakumara (lima putra Pandawa) bangun lalu bergegas ke
tenda Drestadyumna. Namun mereka terbunuh oleh Aswatama. Aswatama juga membunuh
Yudamanyu, Utamauja, dan para kesatria yang ada di perkemahan, kemudian
mengamuk bagaikan Rudra. Sementara itu, Krepa dan Kertawarma berjaga di gerbang
perkemahan, dan membunuh para prajurit yang melarikan diri dari amukan
Aswatama.
Pada
akhirnya, Kresna mengutuk Aswatama agar menderita kusta dan mengembara di Bumi
sampai akhir zaman Kaliyuga. Aswatama juga dipaksa menyerahkan batu permata
berharga (mani) yang melekat di dahinya, yaitu permata yang membuatnya tidak
takut terhadap segala senjata, penyakit, atau rasa lapar, dan membuatnya tak
takut terhadap para dewa, raksasa, detya, dan naga. Setelah permatanya
dilepaskan, bekas lekatannya meninggalkan luka di dahinya, yang mengeluarkan
darah berbau tidak sedap yang tidak akan pernah berhenti mengalir sampai akhir
zaman Kaliyuga.
2. Krepa
Krepa atau Krepacarya
merupakan putra Resi Saradwana dan Janapadi, dan menjadi
penasihat serta guru para pangeran Dinasti Kuru di Hastinapura.
Ia memiliki adik perempuan bernama Krepi, yang menikah dengan Drona.
Krepa
juga dikenal sebagai Ciranjiwin, atau makhluk abadi dan juga merupakan
salah satu resi terkemuka pada jaman Kaliyuga. Menurut ramalan
dalam Purana, Krepa akan menjadi anggota Saptaresi pada manwantara kedelapan.
Dalam
kitab Mahabharata diceritakan pada mulanya ia hidup di hutan bersama
dengan adiknya yang bernama Krepi. Suatu ketika Prabu Santanu dari Hastinapura berburu
ke tengah hutan. Karena merasa kasihan dengan keadaan mereka, ia memungut Krepa
dan Krepi, lalu diberi pendidikan. Karena kemahiran Krepa dalam ilmu
menggunakan senjata, akhirnya ia diangkat menjadi pejabat di Hastinapura dan
diberi kepercayaan untuk mendidik Pandawa dan Kurawa.
Dalam
perang bharatayudha, Krepa berperang di pihak Kurawa. Sebelum
berperang, Yudistira memberi penghormatan kepadanya. Krepa mengatakan
bahwa ia tidak bisa dibunuh. Meskipun demikian, hal itu tidak membuat Kurawa
menang. Krepa juga berkata bahwa kemenangan sesungguhnya berpihak pada tokoh
yang benar, yaitu para Pandawa.
Saat
Aswatama menyelinap ke perkemahan Pandawa ketika perang berakhir untuk balas
denda, Krepa juga ikut bersama Kertawarma. Setelah perang berakhir, Krepa
tinggal di Hastinapura untuk mendidik penerus Dinasti Kuru. Di
antaranya ialah Parikesit dan Janamejaya.
3. Kertawarma
Kertawarma
merupakan kesatria dari bangsa Yadawa yang berada di pihak Kurawa dalam
perang Baratayuda. Ia merupakan putra dari Herdika, kesatria klan Andaka,
yang juga masih keturunan bangsa Yadawa, sama halnya dengan Kresna dan Satyaki.
Namun, Kresna dan Satyaki memihak Pandawa dalam perang tersebut.
Saat
perang berlangsung, Kertawarma memimpin tentara gabungan beberapa klan Yadawa
yakni Wresni, Andaka, Kukura, dan Boja. Ia pun merupakan satu dari tiga ksatria
di pihak kurawa yang selamat saat perang.
Setelah
perang berakhir, ia juga ikut menyelinap ke perkemahan pandawa bersama Aswatama
dan Krepa. Setelah kejadian malam itu, Kertawarma dan Krepa kemudian pulang ke
tempat tinggal masing-masing.
Tiga
puluh enam tahun setelah Baratayuda berakhir, Kertawarma ikut serta dalam pesta
bangsa Wresni atau Yadawa. Dalam keadaan sama-sama mabuk, ia dan Satyaki saling
mengejek. Satyaki mengejek Kertawarma sebagai pengecut karena pernah menyerang
perkemahan Pandawa di malam hari. Sementara itu, Kertawarma mengejek Satyaki
berbuat curang telah membunuh Burisrawa yang sedang dalam
keadaan meditasi.
Satyaki
yang sudah mabuk berat akhirnya memenggal kepala Kertawarma. Pembunuhan
Kertawarma inilah yang menyebabkan pesta berubah menjadi perang saudara yang
menewaskan semua orang yang hadir. (TB)
Videonya bisa ditonton di bawah ini