Desa Besan, Kecamatan Dawan, Klungkung, Bali, memiliki sejarah panjang yang berkaitan dengan perpindahan pemukiman serta dinamika kehidupan masyarakatnya.
Pada masa lampau, wilayah ini tidak memiliki pembagian banjar seperti yang ada saat ini.
Awalnya, pemukiman berada di utara, di daerah yang kini disebut Klanganyar.
Namun, kehidupan di sana tidak bertahan lama akibat bencana alam berupa tanah longsor yang menghancurkan lingkungan sekitar.
Masyarakat kemudian mencari tempat yang lebih aman dan berpindah ke wilayah selatan yang lebih stabil.
Mereka memilih lokasi yang kini dikenal sebagai Klanganyar, yang berarti “pemukiman baru.”
Meskipun demikian, pemukiman ini juga tidak bertahan lama, dan penduduk kembali bergeser lebih jauh ke selatan hingga menetap di daerah yang sekarang menjadi Desa Besan.
Perpindahan ini mungkin dipengaruhi oleh pertimbangan lokasi kuburan yang umumnya ditempatkan di bagian selatan pemukiman, serta ancaman banjir dari arah utara yang terus berulang.
Asal-usul nama “Besan” memiliki berbagai versi. Salah satu teori menyebutkan bahwa nama ini berasal dari istilah “Ka-Bes Bes” atau “kebesan,” yang berarti wilayah yang berhasil direbut dalam suatu peperangan.
Namun, tidak ada bukti konkret mengenai pertempuran tersebut.
Legenda setempat menyebutkan bahwa di wilayah yang kini disebut “Abah,” pernah berkuasa seorang pendeta sakti bernama Pedanda Sakti Abah.
Bukit Abah dan pemukiman sekitarnya diabadikan dengan namanya. Konon, terdapat pura di puncak bukit yang masih disungsung oleh masyarakat Desa Besan.
Bahkan, beberapa kelompok dari daerah lain seperti Kecicang, Karangasem, turut serta dalam upacara di pura tersebut.
Fenomena ini dipercaya berasal dari pengaruh spiritual seperti mimpi atau petunjuk gaib yang mengarahkan mereka untuk menghormati tempat tersebut.
Dikisahkan bahwa Pedanda Sakti Abah mengalami kekalahan dalam suatu peristiwa yang unik.
Legenda menyebutkan bahwa kulkul (kentongan) sakti yang dimilikinya dihuni oleh lebah galak, sehingga tidak ada yang berani membunyikannya.
Akibatnya, ia kehilangan kendali dan akhirnya dikalahkan oleh pasukan yang lebih kuat.
Meski begitu, tidak ada bukti konkret mengenai siapa pemimpin pasukan yang berhasil menaklukkannya.
Selain itu, ada kisah tentang keberanian masyarakat setempat dalam menghadapi ancaman dari pihak luar.
Para wanita di desa ini bahkan turut serta dalam perjuangan dengan membunyikan kentongan dan meneriakkan sorak-sorai untuk menakut-nakuti musuh yang datang dari arah barat.
Hal ini menunjukkan semangat perjuangan masyarakat Besan dalam mempertahankan wilayahnya.
Wilayah bagian bawah Desa Besan kemudian terbagi menjadi tanah milik perorangan, sementara lahan di bagian atas menjadi aset desa dan digunakan untuk kepentingan keagamaan.
Konon, wilayah ini menjadi saksi sejarah dari pertarungan dan perebutan lahan yang disebut “bes-besan,” yang diduga menjadi asal-usul nama Desa Besan.
Meski demikian, teori ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menguatkan keabsahannya.
Sejarah Desa Besan menyimpan banyak kisah menarik yang masih terus ditelusuri.
Cerita turun-temurun yang berkembang di masyarakat memberikan gambaran tentang perjalanan panjang desa ini, dari pemukiman awal hingga menjadi wilayah yang berkembang seperti saat ini. (TB)