Hari Raya Kuningan: Makna, Tradisi, dan Filosofi dan Sajian Rerahinan yang Dirayakan Umat Hindu di Bali

Author:
Share

Setelah umat Hindu Bali merayakan Hari Raya Galungan sebagai simbol kemenangan Dharma melawan Adharma, sepuluh hari kemudian tibalah Hari Raya Kuningan.

Perayaan ini bukan hanya menjadi bagian rangkaian Galungan, tetapi juga menjadi momen penting untuk memuliakan leluhur dan memohon tuntunan hidup dari Sang Hyang Widhi Wasa.

Dalam artikel ini, kita akan membahas secara lengkap tentang Hari Raya Kuningan: mulai dari makna filosofisnya, sejarah, tradisi yang masih dilestarikan hingga sajian khas yang hanya muncul saat Kuningan tiba.

Simak sampai akhir untuk mengetahui kekayaan budaya yang mengakar kuat di tanah Bali ini.

Apa Itu Hari Raya Kuningan?

Hari Raya Kuningan dirayakan setiap 210 hari sekali dalam kalender Bali (sistem pawukon), tepatnya pada Sabtu Kliwon Wuku Kuningan.

Kata “kuningan” berasal dari kata “kuning” yang melambangkan kemurnian, cahaya, dan keberkahan.

Pada hari ini, umat Hindu meyakini bahwa para Dewa dan leluhur turun ke bumi untuk memberikan berkah, perlindungan, dan tuntunan kepada keturunannya.

Kuningan bukan hanya simbol spiritualitas, tapi juga menjadi momentum refleksi dan ungkapan syukur atas segala anugerah dalam hidup.

BACA JUGA  Asal Usul Desa Sidatapa, Tapak Jejak Bali Aga di Perbukitan Buleleng

Sejarah Hari Raya Kuningan

Referensi sejarah mengenai Kuningan dapat ditelusuri dari naskah kuno seperti Purana Bali Dwipa, yang mencatat bahwa Hari Raya Kuningan sudah dikenal sejak abad ke-9.

Upacara ini tumbuh dan mengakar dalam masyarakat Bali, sebagai kelanjutan dari ajaran Hindu Siwa-Buddha yang berkembang pada masa kerajaan Bali kuno.

Kuningan juga erat kaitannya dengan filosofi kemenangan dan pengembalian keseimbangan antara dunia sekala (nyata) dan niskala (tak kasat mata).

Makna dan Filosofi Hari Raya Kuningan

  1. Persembahan kepada Leluhur dan Dewa

Kuningan adalah hari di mana umat mempersembahkan sesaji sebagai penghormatan dan bentuk bhakti kepada leluhur yang telah meninggal dunia, serta para Dewa.

Hal ini merupakan wujud cinta kasih dan penghargaan terhadap ikatan spiritual antara yang hidup dan yang telah tiada.

  1. Permohonan Keselamatan dan Kedamaian

Melalui doa-doa dan sesaji yang dibuat dengan tulus, umat memohon keselamatan, kedamaian batin, dan petunjuk hidup.

Hari ini juga dijadikan momentum untuk membersihkan hati dan pikiran dari sifat-sifat negatif.

  1. Simbol Kemakmuran

Warna kuning pada sesaji dan makanan, terutama nasi kuning, menjadi lambang kemakmuran dan kesejahteraan. Warna ini juga menyimbolkan sinar ilahi yang menerangi kehidupan manusia.

BACA JUGA  Arti Mimpi Bertemu Dewa dalam Primbon Bali atau Hindu, Pertanda Apakah?

Tradisi dan Ritual yang Dilakukan

  1. Persembahyangan

Sejak pagi buta, masyarakat Bali akan melakukan persembahyangan di rumah, merajan (sanggah keluarga), dan pura. Persembahyangan biasanya dilakukan hingga menjelang tengah hari, karena diyakini setelah itu para leluhur dan Dewa kembali ke alamnya.

  1. Penggunaan Tamiang dan Endongan

Tamiang: anyaman berbentuk bulat dari janur kelapa yang menggambarkan tameng perlindungan spiritual.
Endongan: berisi bekal seperti nasi, buah, dan jajan yang menjadi simbol bekal perjalanan para roh leluhur kembali ke alamnya.

  1. Tradisi Unik di Beberapa Desa

Beberapa desa di Bali memiliki tradisi khas dalam merayakan Kuningan:

Gerebeg Mekotek di Desa Munggu: ritual tolak bala dengan saling tabrak tongkat kayu.
Perang Jempana di Klungkung: mengusung simbol Dewa dalam tandu dan saling dorong sebagai simbol perjuangan spiritual.

Sajian Khas Saat Hari Raya Kuningan

Hari Raya Kuningan identik dengan beberapa hidangan spesial yang tidak hanya lezat, tetapi juga sarat makna, di antaranya:

Nasi Kuning: lambang kemakmuran dan syukur.
Lawar: campuran daging dan sayuran yang dimasak dengan kelapa dan bumbu khas Bali, sebagai simbol keseimbangan dan kerja sama.
Sate Lilit dan Sate Babi: menjadi hidangan pelengkap dalam setiap upacara sebagai bentuk persembahan kepada para Dewa.

BACA JUGA  Makna Mimpi Air Suci Tirta dalam Tradisi Bali

Nilai-Nilai yang Bisa Dipetik

Lebih dari sekadar tradisi, Hari Raya Kuningan membawa banyak pesan moral dan nilai kehidupan:

Pentingnya menjaga hubungan spiritual dengan leluhur.
Kesadaran untuk hidup seimbang secara lahir dan batin.
Semangat syukur atas setiap anugerah dan ujian hidup.
Ajakan untuk membersihkan diri dari kebencian dan keserakahan.

Hari Raya Kuningan bukan hanya perayaan keagamaan, melainkan juga cerminan kearifan lokal yang mengajarkan manusia untuk hidup dengan kesadaran, rasa hormat, dan kedamaian.

Di tengah gempuran modernisasi, nilai-nilai yang terkandung dalam Kuningan tetap relevan dan menginspirasi banyak orang untuk kembali pada keseimbangan hidup.

Jika Anda berkesempatan berada di Bali saat perayaan ini berlangsung, jangan lewatkan untuk menyaksikan langsung keindahan budaya dan spiritualitas yang terpancar dari setiap doa, sesaji, dan senyum tulus masyarakatnya. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!