Pertamina Lempar ke Pemda Soal Kelangkaan Gas LPG 3 Kg di Denpasar, Sub Pangkalan Tak Diawasi

Author:
Share

Kelangkaan gas LPG 3 kilogram di Denpasar kembali menjadi sorotan publik. Dalam rapat koordinasi yang digelar Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Denpasar bersama Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas), Pertamina, dan sejumlah pihak terkait, terungkap bahwa sumber masalah justru ada di sub pangkalan—unit distribusi yang tidak memiliki aturan harga maupun regulasi jelas.

Ironisnya, Pertamina mengaku tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi jalur distribusi hingga ke sub pangkalan. Perusahaan pelat merah itu menyebut pengawasan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.

BACA JUGA  Saat LPG 3 Kg Langka, Pertamina Klaim Distribusi Aman Lewat 4.700 Lebih Pangkalan Resmi di Bali

Di tengah kelangkaan ini, harga LPG 3 kg di tingkat pengecer melonjak tajam. Warga Denpasar kini harus merogoh kocek hingga Rp27.000 per tabung, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) pangkalan yang hanya Rp18.000.

Ketua Hiswana Migas, Dewa Ananta, menjelaskan bahwa sub pangkalan muncul sebagai nomenklatur baru setelah pengecer dihapus. Namun, keberadaannya tidak dibarengi dengan regulasi harga maupun sistem distribusi yang jelas.

BACA JUGA  4 Pangkalan LPG 3 Kg Nakal di Gianyar Ditindak, Kuota Dikurangi 50 Persen

“Sub pangkalan ini belum diatur sama sekali. Ini bisa merusak rantai pasok di atasnya,” ujar Dewa Ananta.

Branch Manager Pertamina Patra Niaga Bali, Zico Aldillah Syahtian, menegaskan bahwa semua sub pangkalan sejatinya adalah pengecer yang seharusnya terdaftar. Namun, di lapangan hampir semua warung bisa menjual LPG bersubsidi meskipun secara hukum tidak diizinkan.

“Pertamina tidak punya kewenangan mengawasi sampai ke sub pangkalan. Itu wilayah Pemda. Kalau tidak terdaftar, otomatis tidak masuk sistem kami,” tegas Zico.

BACA JUGA  Pertamina Turunkan Harga Pertamax hingga Pertamina Dex, Berlaku di Bali, Ini Daftar Harga Terbarunya

Kepala Disperindag Denpasar, Ni Nyoman Sri Utari, menyebut sub pangkalan hanya menyalurkan sekitar 10 persen dari stok pangkalan. Untuk menekan praktik penjualan liar, pihaknya mendorong unit usaha desa seperti koperasi menjadi pangkalan resmi.

“Kami akan lanjutkan pembahasan dengan agen dan pangkalan untuk mencari solusi,” kata Sri Utari. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!