Pemerintah Kota Denpasar menegaskan komitmennya dalam mendukung penegakan hukum yang berkeadilan dan berorientasi pemulihan sosial. Hal ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) pelaksanaan pidana kerja sosial bagi terpidana antara Pemkot Denpasar dan Kejaksaan Negeri Denpasar.
Penandatanganan dilakukan langsung oleh Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa, bersama Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar, Trimo, S.H., M.H.
Penandatanganan MoU tersebut berlangsung dalam agenda penandatanganan kerja sama antara Kejaksaan Tinggi Bali dengan Pemerintah Provinsi Bali, yang digelar di Gedung Wisma Sabha, Kantor Gubernur Bali, Rabu (17/12). Momentum ini sekaligus memperkuat sinergi Kejaksaan Negeri se-Bali dengan pemerintah kabupaten/kota dalam penerapan pidana kerja sosial.
Kegiatan ini dihadiri Sekretaris Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI, Dr. Ponco Hartanto, S.H., M.H., Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Dr. Chatarina Muliana, S.H., S.E., M.H., serta Gubernur Bali I Wayan Koster.
Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Dr. Chatarina Muliana, menegaskan bahwa kerja sama ini merupakan wujud komitmen bersama untuk menerapkan pidana kerja sosial sebagai bagian dari sistem peradilan pidana yang lebih humanis dan restoratif.
“Pidana kerja sosial tidak hanya memberi efek pembinaan kepada pelaku, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat serta mengurangi dampak negatif pemidanaan penjara,” jelasnya.
Ia menambahkan, keberhasilan pelaksanaan pidana kerja sosial membutuhkan peran aktif pemerintah daerah, khususnya dalam penyediaan lokasi kerja sosial, pembinaan teknis, serta pengawasan pelaksanaan di lapangan.
Sekretaris Jaksa Agung Muda Pembinaan, Dr. Ponco Hartanto, menjelaskan bahwa pidana kerja sosial dijatuhkan melalui putusan pengadilan, diawasi oleh jaksa, dan dibimbing oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Pidana ini dapat diterapkan untuk tindak pidana dengan ancaman di bawah lima tahun penjara, atau pidana penjara maksimal enam bulan serta denda kategori II.
“Pidana kerja sosial tidak boleh dikomersialkan, dapat dilaksanakan bertahap paling lama enam bulan, serta harus mempertimbangkan mata pencaharian terpidana dan nilai manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.
Ia juga menguraikan sejumlah pertimbangan dalam penerapan pidana kerja sosial, seperti usia terdakwa lanjut, pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana, kerugian korban relatif kecil, adanya ganti rugi, serta keyakinan bahwa pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan lebih efektif.
Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa, menyatakan kesiapan penuh Pemkot Denpasar untuk mendukung implementasi pidana kerja sosial. Menurutnya, pemerintah daerah akan memastikan pelaksanaan teknis pembinaan berjalan aman, terarah, dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
“Pemkot Denpasar siap memfasilitasi sarana, lokasi, serta pembinaan teknis agar pidana kerja sosial dapat berjalan optimal sebagai bagian dari penegakan hukum yang adil dan konsisten,” tegasnya.
Dengan ditandatanganinya MoU ini, diharapkan pelaksanaan pidana kerja sosial di Bali, khususnya di Kota Denpasar, dapat menjadi model penegakan hukum yang tidak hanya menekankan aspek hukuman, tetapi juga pemulihan sosial dan kemanusiaan.
Langkah ini sekaligus menegaskan komitmen pemerintah daerah dan kejaksaan dalam membangun sistem hukum yang adaptif, berkeadilan, dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas. (TB)
