Gubernur Koster dan 4 Kepala Daerah Sepakat Anggarkan Rp 56,3 Miliar untuk Trans Metro Dewata 2026

Author:
Share

Upaya memperkuat layanan transportasi publik di Bali kembali ditegaskan. Gubernur Bali, Wayan Koster, bersama empat kepala daerah wilayah Sarbagita resmi menandatangani perjanjian kerja sama penyelenggaraan angkutan umum perkotaan Trans Metro Dewata tahun 2026.

Kesepakatan tersebut berlangsung di Jaya Sabha, Denpasar, Kamis (4/9/2025), dengan melibatkan Pemerintah Provinsi Bali, Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar, dan Tabanan.

“Penandatanganan kerjasama ini dilakukan supaya dalam menyusun APBD 2026 ada payung hukumnya. Pada tahun 2025 ini sudah berjalan, tapi hanya sembilan bulan, dari April hingga Desember. Sedangkan untuk tahun 2026 full alokasinya,” ujar Koster usai menandatangani perjanjian dengan empat bupati/wali kota Sarbagita.

BACA JUGA  10 Bus Listrik Akan Beroperasi di Bali Tahun 2026, Hibah dari Pemerintah Korea, Koster: Solusi Atasi Kemacetan

Untuk tahun anggaran 2026, total dana yang dialokasikan mencapai Rp 56,3 miliar. Dari jumlah tersebut, 30 persen atau sekitar Rp 16,9 miliar ditanggung Pemerintah Provinsi Bali, sedangkan sisanya 70 persen atau Rp 39,4 miliar berasal dari pemerintah kabupaten/kota.

Rinciannya:

Kabupaten Badung: Rp 16,6 miliar

Kota Denpasar: Rp 15,8 miliar

Kabupaten Gianyar: Rp 5,3 miliar

BACA JUGA  Karya Ida Bhatara Turun Kabeh 2025 di Pura Agung Besakih Berlangsung 21 Hari, Ini Jadwal Sembahyang per Kabupaten

Kabupaten Tabanan: Rp 1,6 miliar

“Pembagian persentase kabupaten/kota disesuaikan dengan panjang lintasan dan proporsional layanan Trans Metro Dewata berdasarkan wilayah,” jelas Koster.

Meski mendapat dukungan anggaran besar, Gubernur Koster menekankan perlunya evaluasi. Pasalnya, tingkat keterisian bus Trans Metro Dewata baru mencapai 37 persen, jauh di bawah standar rata-rata 50–60 persen yang ditetapkan Bank Dunia.

“Jadi masih rendah sekali. Kita akan evaluasi faktor dan penyebabnya,” tegasnya.

Koster mengakui tantangan terbesar adalah mengubah kebiasaan masyarakat Bali yang lebih memilih sepeda motor karena jalur jalan sempit dan jarak tempuh relatif dekat.

BACA JUGA  Tegas Tolak Ormas Preman, Gubernur Koster: Bali Tak Butuh Ormas Preman

“Kita tidak bisa cepat-cepat menyadarkan masyarakat. Tidak mudah, apalagi di Bali jalur jalannya pendek dan sempit. Masyarakat banyak yang lebih suka menggunakan sepeda motor,” katanya.

Meski begitu, ia menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen mendukung transportasi publik berkelanjutan. Menurutnya, keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan pengelolaan anggaran harus dijaga agar sistem berjalan efektif dan efisien. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!