Apa itu Tri Hita Karana? Konsep Keharmonisan Hidup dalam Masyarakat Bali, Lengkap Implementasi

Author:
Share

Tri Hita Karana adalah sebuah falsafah hidup yang berakar kuat dalam budaya masyarakat Hindu Bali. Konsep ini mencerminkan prinsip keharmonisan yang bertujuan menciptakan keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan.

Pertama kali diperkenalkan pada 11 November 1966 dalam Konferensi Daerah Badan Perjuangan Umat Hindu Bali di Perguruan Dwijendra, Denpasar, Tri Hita Karana kemudian menjadi pedoman penting dalam menjaga harmoni kehidupan di tengah masyarakat.

Secara etimologis, Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sanskerta. Kata “Tri” berarti tiga, “Hita” bermakna kebahagiaan atau kesejahteraan, dan “Karana” berarti sebab.

Dengan demikian, Tri Hita Karana dapat diartikan sebagai “tiga penyebab kebahagiaan.” Konsep ini menekankan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan sejati hanya dapat tercapai ketika manusia menjaga hubungan yang harmonis dengan Tuhan (Parhyangan), lingkungan alam (Palemahan), dan sesama manusia (Pawongan).

Parhyangan: Hubungan Manusia dengan Tuhan

BACA JUGA  Sejarah Desa Ambengan Buleleng, Berkaitan dengan Insiden Meluapnya Danau Tamblingan

Parhyangan merujuk pada kewajiban manusia untuk selalu berbakti dan bersyukur kepada Tuhan sebagai Sang Pencipta.

Dalam ajaran Hindu, manusia dianggap berhutang nyawa kepada Tuhan karena Atman, percikan suci dari Tuhan, memberikan kehidupan pada diri mereka.

Bentuk bakti ini bisa diwujudkan melalui berbagai cara, seperti:

  • Melaksanakan ibadah sesuai ajaran agama.
  • Mengunjungi tempat suci melalui kegiatan Tirtha Yatra atau Dharma Yatra.
  • Melakukan meditasi dan yoga untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
  • Mempelajari, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama.
    Hubungan yang baik dengan Tuhan akan membawa ketenangan batin dan membantu manusia menjalani kehidupan dengan penuh makna dan tujuan.

Palemahan: Hubungan Manusia dengan Alam

Manusia hidup bergantung pada alam yang menyediakan segala kebutuhan dasar, seperti makanan, air, dan udara. Oleh karena itu, menjaga kelestarian lingkungan menjadi bagian penting dari Tri Hita Karana.

BACA JUGA  STYSB Banjar Tainsiat dan Kedux Garage Sampaikan Permohonan Maaf atas Karya Ogoh-Ogoh Tahun 2025

Konsep ini mengajarkan bahwa alam harus diperlakukan dengan penuh hormat, tidak dirusak, dan dijaga keseimbangannya.

Langkah-langkah konkret dalam menjaga hubungan harmonis dengan alam antara lain:

  • Menjaga kebersihan lingkungan.
  • Melestarikan hutan dan tidak menebang pohon sembarangan.
  • Menghindari perburuan liar yang dapat merusak keseimbangan ekosistem.
  • Menata lingkungan agar tetap asri dan nyaman, sehingga menciptakan rasa tenteram bagi manusia yang tinggal di dalamnya.
    Lingkungan yang bersih dan terawat akan memberikan keindahan dan ketenangan bagi kehidupan manusia.

Pawongan: Hubungan Manusia dengan Sesama

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendirian. Mereka memerlukan dukungan dan kerja sama dengan orang lain untuk menciptakan kehidupan yang harmonis.

Dalam konsep Pawongan, hubungan antar manusia harus dilandasi nilai-nilai saling asah, saling asih, dan saling asuh, yang berarti saling menghormati, saling mengasihi, dan saling membimbing.

BACA JUGA  Artis Happy Salma Lulus Sidang Skripsi di Program Studi Ilmu Filsafat Hindu UNHI

Hubungan harmonis ini bisa dimulai dari lingkup terkecil, seperti keluarga, dan meluas ke hubungan dengan teman, tetangga, dan masyarakat.

Ketika hubungan sosial berjalan dengan baik, akan tercipta keamanan, ketertiban, dan kedamaian yang memberikan dampak positif bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Di tengah era globalisasi yang sarat dengan budaya individualisme dan materialisme, Tri Hita Karana menawarkan pandangan hidup yang relevan dan bermakna.

Dengan menerapkan falsafah ini, manusia dapat terhindar dari perilaku konsumtif, konflik, dan ketidakseimbangan hidup. Tri Hita Karana mendorong manusia untuk menjalani kehidupan yang seimbang, tidak hanya berfokus pada aspek material, tetapi juga menjaga hubungan spiritual, sosial, dan ekologis.

Falsafah ini juga memiliki potensi besar dalam menjaga keanekaragaman budaya dan lingkungan, serta membantu masyarakat menghadapi tantangan modern dengan tetap berpegang pada nilai-nilai kearifan lokal. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!