Benarkah Hindu Penyembah Patung, Batu, atau Pohon?

Author:
Sumber foto pixabay.com

Apabila ada yang bertanya, kenapa agama Hindu
menyembah patung, kenapa agama Hindu menyembah pohon? Apakah yang akan kita
jawab? Apakah kita marah pada orang yang bertanya tersebut dan menganggap bahwa
mereka telah melakukan pelecehan?
Marah bukan jawaban atau solusi, karena hanya
akan membuat perpecahan dan permusuhan. Solusi terbaik adalah menjelaskan pada
mereka apa yang sebenarnya sehingga mereka menjadi benar-benar paham.
Para bijak sering mengatakan bahwa agama
Hindu merupakan agama yang universal. Ibarat pepatah, di mana bumi dipijak di
situ langit dijunjung. Artinya di manapun agama Hindu tersebut akan selalu
menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tradisi, dan budaya setempat.
Hindu bukanlah agama yang kaku, karena sifatnya
fleksibel. Pemujaan terhadap Tuhan dalam Hindu tak harus seragam, tak harus
menggunakan mantra-mantra yang berbahasa Sansekerta, namun juga dengan bahasa
Bali, Jawa, atau bahasa lainnya yang penting niat dan ketulusan.
Hal ini bisa diibaratkan dengan naik ke lantai
2 suatu gedung. Ada yang menggunakan tangga depan, tangga samping, tangga
belakang atau lift sekalipun yang kemudian akan bermuara pada lantai 2.
Demikianlah sebenarnya hakikat dari pemujaan terhadap Tuhan dalam Hindu.
Bagaimanapun caranya yang penting tujuannya satu yakni kepada Tuhan pasti akan
tercapai.
Lalu bagaimana dengan Hindu khususnya di Bali
yang dianggap sebagai pemuja patung atau batu? Agama Hindu sangat menghargai
seni, bahkan semua ritual dalam agama Hindu di Bali adalah seni dan akan sangat
mustahil sebuah ritual tersebut terlaksana tanpa adanya seni.
Patung adalah hasil imajinasi dari pikiran
manusia dan lahir karena kekayaan, ketajaman, dan kejelian imajinasi. Selain
itu untuk memahami sesuatu yang abstrak perlu dikonkritkan. Tuhan adalah
sesuatu yang abstrak yang tak bisa digambarkan oleh siapapun di dunia ini.
Dengan keterbatasan manusia sehingga dengan seni dibuatlah simbol atau media
untuk memusatkan diri pada Tuhan salah satunya berupa patung.
Akan tetapi Hindu tidaklah memuja media
berupa patung yang dibuat tersebut, melainkan hanya sebagai media untuk
meyakini keberadaan Tuhan dan dalam melakukan pemujaan umat Hindu tidak memusatkan
diri pada patung melainkan pada Tuhan.
Hal ini bisa dianalogikan seperti ini.
Seseorang yang mencintai Soekarno dan belum pernah bertemu Soekarno pasti akan
mencari sosoknya lewat foto-foto, rekaman video, maupun buku-buku yang
menuliskan tentang Soekarno. Apakah bisa dikatakan bahwa orang tersebut memuja
foto-foto, video, atau buku-buku yang menuliskan tentang Soekarno? Tentu tidak
demikian, karena foto, video, maupun buku tersebut adalah sebuah jalan untuk
mengetahui Soekarno dan orang itu akan tetap kagum pada sosok Soekarno bukan
pada fotonya.
Terkait hal ini, dalam Bhagawad Gita 4.11 disebutkan:
ye yatha mam, prapadyante tams, tathaiva
bhajamy aham, mama vartmanuvartante, manusyah partha sarvauah
. Artinya:
dengan jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku, Aku memberinya
anugerah setimpal, Semua orang mencari-Ku dengan berbagai jalan, wahai putera
Partha.
Lalu bagaimana dengan anggapan Hindu pemuja
pohon? Setiap enam bulan sekali umat Hindu di Bali merayakan Tumpek Wariga yang
merupakan hari untuk pemuliaan pada tumbuhan. Pada hari itu dipersembahkan
sesajen untuk tumbuh-tumbuhan sebagai bentuk rasa terimakasih atas hasil bumi
atau hasil dari tumbuhan atau tanaman yang bisa dinikmati. Mengucapkan rasa
terima kasih bukan berarti memujanya, kan?
Selain itu pohon-pohon yang besar juga diberi
sesajen, diisi kain poleng atau hitam putih. Ini merupakan bentuk pelestarian
terhadap pohon yang dilakukan umat Hindu di Bali dan merupakan warisan dari
nenek moyangnya. Karena dengan diberi sesajen dan diisi kain poleng pohon
tersebut akan dianggap angker sehingga menjadi lestari dan tak ada yang berani
menebangnya. Dan dalam konsep Tri Hita Karana juga ada Palemahan atau hubungan baik
dengan lingkungan sekitar termasuk pepohonan.
Demikianlah, hendaknya kita selalu bijaksana
dalam menyikapi setiap anggapan orang lain dengan memberikannya penjelasan.
Bukan malah memarahinya atau menuduhnya melakukan sebuah pelecehan. Semoga
bermanfaat. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!