Dalam tradisi spiritual masyarakat Bali, terdapat sebuah upacara penting yang dilakukan ketika bayi berusia 42 hari, yaitu Upacara Tutug Kambuhan. Ritual ini juga dikenal dengan nama Bulan Pitung Dina atau Macolongan.
Penyebutan Bulan Pitung Dina merujuk pada sistem kalender wuku Bali, di mana enam wuku setara dengan empat puluh dua hari karena satu wuku terdiri dari tujuh hari.
Upacara ini merupakan bagian dari Manusa Yadnya, yaitu rangkaian ritual yang diperuntukkan bagi manusia, khususnya bayi dan ibunya. Fungsinya sangat mendalam, tidak hanya menyucikan tubuh dan jiwa sang bayi dari berbagai kotoran fisik dan energi negatif, tetapi juga menandai kembalinya Nyama Bajang—roh penjaga janin selama dalam kandungan—ke tempat asalnya.
Dengan demikian, upacara ini juga menjadi bentuk penghormatan dan rasa terima kasih atas peran spiritual Nyama Bajang yang telah menjaga tumbuh kembang janin hingga lahir dengan selamat.
Waktu pelaksanaan upacara ini dipilih secara khusus karena pada usia 42 hari, bayi dianggap telah mencapai tahap awal kematangan fisik: tali pusar biasanya sudah terlepas, kulit lapisan awal telah berganti, serta sistem pencernaan dan ekskresi telah berfungsi normal.
Bagi sang ibu, pada masa ini proses pembersihan dalam rahim juga telah usai, menjadikannya waktu yang tepat untuk penyucian spiritual bersama.
Tutug Kambuhan umumnya dilakukan di rumah dan dipimpin oleh seorang sulinggih atau pendeta Hindu. Upacara ini berlangsung di tiga titik utama yang memiliki makna spiritual: dapur sebagai tempat pemujaan Dewa Brahma (dewa pencipta), tempat pemandian sebagai simbol Dewa Wisnu (dewa pemelihara), dan sanggah kamulan sebagai tempat suci pemujaan Dewa Siwa (dewa pelebur).
Ritual diawali dengan doa-doa suci yang dibacakan oleh pendeta, diiringi dengan persembahan berupa banten atau sesajian yang difungsikan sebagai sarana penyucian.
Seluruh prosesi ditujukan untuk memohon berkah, keselamatan, kesuksesan, serta perlindungan dari segala bentuk gangguan, baik yang tampak maupun tak kasat mata.
Salah satu bagian penting dalam rangkaian ini adalah natab (pemberkatan) dan melukat (ritual penyucian), yang menyempurnakan makna dari upacara ini. Prosesi kemudian ditutup dengan sembahyang bersama kepada Sanghyang Widhi Wasa sebagai wujud puncak permohonan dan syukur.
Upacara Tutug Kambuhan menjadi cermin dari kekayaan nilai spiritual dan kearifan lokal masyarakat Bali dalam menjaga keseimbangan antara tubuh, jiwa, dan alam semesta, sejak usia dini. Karena itu, ritual ini dianggap wajib dan memiliki nilai sakral yang tinggi dalam siklus kehidupan umat Hindu di Bali. (TB)
Sumber gambar TikTok Maxhelar
Budaya unik yg patut di jaga