Hari Raya Galungan merupakan momen sakral dalam kepercayaan umat Hindu Bali, dirayakan setiap 210 hari sekali atau enam bulan dalam kalender pawukon.
Menjelang hari besar ini, terdapat sejumlah tahapan penting, salah satunya adalah Penyekeban, yang jatuh tiga hari sebelum Galungan, tepatnya pada Redite Paing Wuku Dungulan.
Menurut ajaran yang tertuang dalam Lontar Sundarigama, hari Penyekeban memiliki makna spiritual yang sangat dalam. Disebutkan bahwa pada hari ini, Sang Hyang Kala Tiga turun ke dunia dalam manifestasinya sebagai Bhuta Galungan.
Kehadirannya bertujuan untuk “makan dan minum” di alam manusia, sebuah simbolisasi dari datangnya energi adharma atau sifat-sifat negatif yang mencoba mempengaruhi kehidupan manusia.
Karena itu, umat dihimbau untuk waspada dan mengendalikan diri mulai hari ini. Para sulinggih (orang suci) dan sujana (orang bijaksana) diharapkan memusatkan pikiran pada kesucian dan menjaga diri dari hawa nafsu, kemarahan, serta perilaku yang tidak sesuai dengan dharma. Tindakan ini bertujuan agar tidak terpengaruh oleh kekuatan buruk yang dibawa Bhuta Galungan.
Hari Penyekeban bukan hanya tentang simbol fisik, seperti menyimpan pisang untuk masak pada hari Galungan, tetapi juga tentang menyimpan atau mengendalikan sifat-sifat buruk dalam diri. Ini adalah langkah awal untuk menyambut kemenangan dharma dengan hati yang jernih dan batin yang tenang.
Dengan mempraktikkan pengendalian diri, kesabaran, dan menjaga pikiran tetap suci, umat Hindu Bali mempersiapkan diri secara lahir dan batin agar Hari Galungan dapat dirayakan dengan penuh makna sebagai kemenangan kebaikan atas kejahatan. (TB)
Sumber Gambar: pixabay.com/TheDigitalArtist