![]() |
Internet |
Aswatama
merupakan putra dari pasangan Bagawan Drona dengan Krepi, adik Krepa. Saat kecil
ia hidup miskin, tetapi ekonomi keluarganya mengalami perubahan setelah Drona
diangkat sebagai guru kerajaan oleh pemerintah Hastinapura.
Aswatama
mengenyam ilmu militer bersama dengan para pangeran Dinasti Kuru, yaitu seratus
Kurawa dan lima Pandawa. Kekuatannya hampir setara dengan Arjuna, terutama
dalam ilmu memanah. Di antara para pangeran Kuru, ia berteman baik dengan
Duryodana, putra sulung Dretarastra.
Saat
perang di antara Pandawa dan Korawa meletus, Aswatama memihak kepada Korawa.
Keputusan anaknya ini memaksa Drona untuk bergabung dengan Korawa. Untuk
membangkitkan semangat pasukan Korawa setelah dipukul mundur, ia memanggil
senjata Narayanastra yang dahsyat.
Mengetahui
hal tersebut, Kresna membuat sebuah taktik dan senjata itupun berhasil diatasi.
Ia juga memanggil senjata Agneyastra untuk menyerang Arjuna, tetapi berhasil
ditumpas dengan senjata Brahmastra. Pertarungannya dengan Bima dalam
Bharatayuddha berakhir secara skakmat dan ia hampir tewas.
Adanya
kabar angin yang salah mengenai kematiannya dalam perang di Kurukshetra membuat
ayahnya meninggal di tangan Drestadyumna dari kerajaan Panchala. Aswatama yang
menaruh dendam mendapat izin dari Duryodana untuk membunuh Drestadyumna secara
brutal setelah perang berakhir secara resmi.
Saat
akhir peperangan, Aswatama berjanji kepada Duryodana bahwa ia akan membunuh
Pandawa, dan menyerang kemah Pandawa saat tengah malam. Dalam Sauptikaparwa
dikisahkan bahwa setelah perang berakhir, Duryodana sang pemimpin Korawa dalam
keadaan sekarat mengangkat Aswatama sebagai panglima untuk meneruskan
pertempuran.
Aswatama
disertai dua orang rekannya yang masih hidup, yaitu Krepa dan Kretawarma
menyusup ke dalam perkemahan pihak Pandawa. Di dalam kemah tersebut, Aswatama
membunuh beberapa ksatria pandawa yakni Drestadyumna, pangeran dari Kerajaan
Panchala, Srikandi, Utamauja, dan jenderal besar lainnya yang masih hidup.
Ia
kemudian menemukan lima orang pria dalam keadaan tertidur. Mengira kelimanya
adalah Pandawa, Aswatama pun langsung membunuh mereka. Ternyata lima orang yang
tewas dibunuh Aswatama sewaktu tidur bukan para Pandawa, melainkan Pancakumara.
Pandawa
yang marah dengan perbuatan tersebut memburu Aswatama dan akhirnya ia bertarung
dengan Arjuna. Saat pertarungan, Aswatama memanggil senjata Brahmastra, yang
dulu ingin ditukar dengan cakra milik Kresna namun tidak berhasil. Dengan
senjata itu ia menyerang Arjuna dan Arjuna membalasnya dengan mengeluarkan
senjata yang sama.
Takut
akan kehancuran dunia, Bhagawan Byasa menyuruh agar kedua kesatria tersebut
menarik senjatanya kembali. Sementara Arjuna berhasil melakukannya, Aswatama
yang belum diberi pengetahuan untuk menarik Brahmastra diberi pilihan agar
senjata menyerang target lain untuk dihancurkan. Dengan rasa dendam, Aswatama
mengarahkan senjata menuju rahim para wanita di keluarga Pandawa. Di antara
mereka adalah Utari, menantu Arjuna
Setelah
Aswatama mengarahkan Brahmastra menuju perut Utari yang sedang mengandung,
senjata itu berhasil membakar janin Utari, tetapi Kresna menghidupkannya lagi.
Akhirnya,
Kresna mengutuk Aswatama agar menderita kusta dan mengembara di Bumi sampai
akhir zaman Kaliyuga. Aswatama juga dipaksa menyerahkan batu permata berharga
yang melekat di dahinya, yaitu permata yang membuatnya tidak takut terhadap segala
senjata, penyakit, atau rasa lapar, dan membuatnya tak takut terhadap para
dewa, raksasa, detya, dan naga.
Setelah
permatanya dilepaskan, bekas lekatannya meninggalkan luka di dahinya, yang
mengeluarkan darah berbau tidak sedap yang tidak akan pernah berhenti mengalir
sampai akhir zaman Kaliyuga. (TB)