Bali dikenal sebagai pulau dengan kekayaan budaya yang tetap dijaga hingga kini. Salah satu tradisi unik yang masih terus dilestarikan adalah Megoak-Goakan, sebuah permainan tradisional yang berasal dari Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng.
Permainan ini terinspirasi dari gerakan burung gagak (goak) yang sedang memburu mangsanya. Walaupun awalnya dimainkan oleh anak-anak, kini Megoak-Goakan lebih sering diikuti oleh para pemuda dan pemudi desa.
Setiap tahun, tradisi ini digelar untuk mengenang jasa Ki Barak Panji Sakti, seorang raja yang dikenal bijaksana dan memiliki kepemimpinan yang luar biasa di Kerajaan Buleleng.
Ia merupakan pendiri kerajaan tersebut pada abad ke-17 dan dipercaya memiliki kesaktian. Sejarah mencatat bahwa ide permainan ini muncul dari pengamatan Ki Barak Panji Sakti terhadap cara burung gagak berburu.
Ia kemudian menciptakan permainan yang mengadaptasi strategi burung tersebut, dan Megoak-Goakan pun menjadi bagian dari tradisi di Buleleng.
Dalam sejarahnya, permainan ini pertama kali diterapkan oleh sang raja kepada pasukannya sebagai bentuk latihan strategi perang.
Sebelum memulai, ia membuat kesepakatan bahwa jika dirinya menang, para prajurit harus memenuhi keinginannya.
Dengan ketangkasan yang dimilikinya, Ki Barak Panji Sakti berhasil memenangkan permainan ini dan meminta pasukannya untuk menaklukkan wilayah Blambangan, yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Jagaraga.
Perang pun terjadi, dan akhirnya Blambangan jatuh ke tangan Kerajaan Buleleng.
Permainan ini memiliki makna yang lebih dalam dari sekadar hiburan. Megoak-Goakan adalah simbol semangat juang, kecerdikan, dan kekompakan dalam menghadapi tantangan.
Hingga kini, masyarakat Desa Panji tetap menjalankan tradisi ini setiap tahun, terutama sehari setelah Hari Raya Nyepi, sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah perjuangan leluhur mereka.
Dalam pelaksanaannya, Megoak-Goakan dimainkan oleh dua kelompok yang masing-masing beranggotakan sebelas orang.
Permainan ini diawasi oleh pecalang agar berjalan dengan tertib. Filosofi yang terkandung dalam permainan ini melambangkan keseimbangan antara unsur maskulin dan feminin dalam kehidupan.
Pemenang ditentukan berdasarkan keberhasilan satu kelompok dalam menangkap ekor atau peserta terakhir dari kelompok lawan.
Kehangatan dan kebersamaan sangat terasa dalam perayaan Megoak-Goakan. Meskipun permainan ini menuntut kelincahan dan strategi, peserta tetap menjalaninya dengan penuh semangat.
Tidak jarang, ada yang terjatuh karena medan permainan yang menantang, tetapi hal ini justru menambah keseruan dalam permainan.
Sebagai salah satu warisan budaya yang masih bertahan, Megoak-Goakan menjadi bukti bahwa tradisi lokal memiliki nilai yang penting bagi masyarakat.
Permainan ini bukan hanya sekadar ritual tahunan, tetapi juga sarana mempererat hubungan antarwarga serta mengenang kejayaan masa lalu.
Dengan terus dijaga dan diwariskan ke generasi muda, Megoak-Goakan akan tetap menjadi bagian dari identitas budaya Bali yang tak lekang oleh waktu. (TB)
Sumber Foto: Dinas Kebudayaan Buleleng