Mengenal Sosok Ida Bagus Sudjana, Menteri Pertambangan dan Energi dari Bali Era Presiden Soeharto

Author:
Share
Sumber Foto: id.wikipedia.org

Di
masa-masa akhir jabatan Presiden Soeharto, ada satu sosok menteri yang berasal
dari Bali. Ia adalah Letnan Jenderal TNI (Purn.) Ida Bagus Sudjana.
Ia adalah putra Bali kelahiran Sanur, Denpasar, pada 20 Oktober 1936. Sudjana
berpulang pada tanggal 18 Agustus 2002.

Ia
merupakan seorang penganut Hindu yang taat. Istrinya bernama Iskana
Parwati. Salah satu anak dari pernikahannya ini yakni Ida Bagus Purwalaksana
yang juga merupakan seorang anggota TNI yang cemerlang.

Sudjana
merupakan sosok politisi dan tentara Indonesia yang menjabat sebagai Menteri
Pertambangan dan Energi antara tahun 1993 hingga 1998 dalam Kabinet
Pembangunan VI. Sebelum dipercaya sebagai menteri, ia juga pernah menjabat
sebagai Panglima Kodam XII/Tanjungpura, Kalimantan Barat, Kepala
Staf Umum ABRI, dan Sekjen Dephankam.

Ia
menempuh pendidikan di Sekolah Lanjutan Umum Tingkat Atas (SLUA) Saraswati
Denpasar. Setamat dari SLUA Saraswati, Sudjana melanjutkan pendidikan ke Akademi
Militer Nasional (AMN) dan lulus tahun 1960. Di AMN Magelang, dirinya tercatat
sebagai angkatan pertama, dan sekelas dengan Jenderal TNI Edi Sudrajat. Ia
juga sempat mengalami pendidikan militer di Sekolah Staf dan Komando
Angkatan Darat tahun 1973, Sekolah Staf dan Komando Gabungan tahun
1978, dan Lembaga Pertahanan Nasional pada tahun 1980.

Perjalanan
kariernya di TNI dimulai pada 1961 ketika ia menjadi Komandan Peleton
Pusat Pendidikan Artileri Medan Kota Cimahi, Bandung, Jawa Barat.
Di sanalah Sudjana bertemu Iskana Parwati yang menjadi pendamping hidupnya
hingga akhir hayat.

Pada
1971 Sudjana diangkat menjadi Komandan Rayon Armed Komando Cadangan
Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Selama kurun 1975-1978, putra pendeta
ini menjabat sebagai Komandan Resimen Armed Kostrad dan Komandan Resor Militer
121/DAM XII/TPR.

Kariernya
di Kostrad juga membawa Sudjana ke Timor Timur dalam Operasi
Seroja. Banyaknya pasukan ABRI yang gugur dalam operasi ini dan mendorong
Sudjana mendirikan Yayasan Wredatama Seroja yang memberikan santunan
dan beasiswa kepada anak-anak tentara.

Pengalaman
yang dianggap paling mengesankan adalah ketika Sudjana menjadi Komandan Rayon
Militer Sintang, Kalimantan Barat, pada 1987-1989. Semasa Jenderal TNI
L.B. Moerdani menjabat sebagai Panglima ABRI, Sudjana yang berpangkat
Mayor Jenderal dilantik menjadi Kepala Staf Umum ABRI. Jabatan terakhir Sudjana
di Militer adalah Sekretaris Jenderal Departemen Kehakiman dan Keamanan dengan
pangkat Letnan Jenderal. Ia kemudian ditunjuk oleh Presiden Soeharto menjadi
Menteri Pertambangan dan Energi.

Dilansir
dari Liputan6.com, karier militer Sudjana yang banyak dihabiskan di lapangan
memimpin pasukan cukup mempengaruhi kepemimpinannya di Departemen Pertambangan
dan Energi. Tak heran jika Sudjana mampu beradaptasi dan menguasai berbagai
masalah di Deptamben dalam waktu yang relatif singkat. Keberhasilannya di
Deptamben antara lain menekan harga jual listrik swasta menjadi US$ 7 untuk
satu kilowatt per jam (kwh) dari US$ 10,3 per kwh.

Sudjana
juga dianggap berhasil menangani masalah lingkungan hidup. Hal ini lantaran, departemen
yang dipimpinnya kerap dinilai sebagai biang keladi perusakan lingkungan.
Puncak keberhasilannya dalam menjaga lingkungan adalah ketika ia mendapat
penghargaan dari Yayasan Sonobar.

Namun
ironis, Sudjana dianggap bertanggung jawab atas perusakan alam dengan adanya
proyek penggunaan panas bumi di Bali. Selain itu, Sudjana juga dituduh orang di
belakang penyingkiran pebisnis pertambangan yang dibesarkan Ginandjar
Kartasmita yang merupakan Mentamben sebelum Sudjana. Terakhir, Sudjana kembali
sorotan publik karena dianggap terlibat dalam kasus tambang emas Busang,
Kalimantan Timur, dengan tersangka utama Ginandjar.

Ida
Bagus Sudjana wafat di lantai IV Ruang Gawat Darurat Paviliun Kartika Rumah
Sakit Pusat TNI Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta Selatan, pada hari
Minggu 18 Agustus 2002 sekitar pukul 19.50 WIB. Ayah tiga anak ini meninggal
setelah dirawat selama hampir dua bulan di RSPAD karena penyakit kanker
paru-paru dan otak.

Ketika
itu, seluruh keluarga dan kerabat almarhum hadir di rumah sakit, kecuali putra
tertuanya yang merupakan seorang perwira TNI, karena masih bertugas di Nanggroe
Aceh Darussalam. Adapun mereka yang melayat di antaranya, pengurus Komite
Olahraga Nasional Indonesia Pusat saat itu, Putra Astaman, Komandan Pusat
Polisi Militer TNI ketika itu, Brigadir Jenderal Sulaiman AB dan Menteri
Perhubungan saat itu yakni Agum Gumelar.

Sekitar
pukul 01.00 WIB jenazah almarhum diterbangkan ke tanah kelahirannya, yakni
di Sanur, Kota Denpasar, Bali, dengan menggunakan pesawat Pelita Air
Sevice dari Lanud Halim Perdanakusuma. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!