Mengenang Sosok Pekak Liyer, Balian Pembaca Garis Tangan Asal Ubud Bali yang Mendunia, Banyak Didatangi Bule

Author:
Share
Sumber Foto: triciaannemitchell.com

Ketut
Liyer atau yang akrab disapa Pekak Liyer merupakan seorang balian asal Banjar
Pegosekan Kaja, Desa Pengosekan, Kecamatan Ubud, Gianyar, Bali. Ia adalah
seorang penbaca garis tangan yang handal. Karena kepiawaiannya menjadi balian,
dirinya pun mendunia.

Liyer
juga pernah membaca garis tangan dari penulis Elizabeth Gilbert penulis novem Eat
Pray Love. Novel ini kemudian diangkat ke dalam sebuah film Hollywood, Eat
Pray Love dan dirilis tahun 2010 lalu. Nama Liyer juga diangkat menjadi salah
satu tokoh film tersebut.

Terkait
masuknya Liyer menjadi salah satu tokoh dalam film itu dikarenakan balian ini sukses
meramal nasib penulis Amerika Serikat Elizabeth Gilbert pada 2006 silam. Liyer pun sampai dikunjungi langsung oleh pemeran utama film Eat Pray Love,
Julia Roberts. Di rumahnya Liyer ada foto dan tanda tangan artis cantik
tersebut.

Seharusnya,
Ketut Liyer terlibat dalam penggarapan film Eat Pray Love saat
pengambilan gambar yang dilakukan di Pulau Dewata, termasuk di rumahnya. Akan
tetapi saat itu dirinya sedang sakit.

Diketahui
Liyer merupakan generasi kesembilan dalam silsilah keluarganya yang mewarisi
kemampuan pengobatan tradisional dan membaca garis tangan. Ketut Liyer mengaku
sejak usia 30 tahun lebih tertarik melukis letimbang praktek sebagai Balian. 

Namun demikian, kodrat tidak bisa ditolaknya. “Garis tangan itu tentang
kehidupan. Kalau tahu, kakek nasihati supaya perjalananya baik,” kata Ketut
Liyer pada Senin 10 Oktober 2010 seperti dilansir dari Liputan6.com.

Setiap
harinya, sekitar 30 orang datang ke kediaman Ketut Liyer untuk membaca masa
depan. Turis asing maupun lokal dilayani dengan baik. Meski semakin terkenal,
Liyer tetap sederhana dan tidak membedakan para tamunya.

Sementara
itu, dilansir dari detik.com mayoritas turis yang mendatangi Ketut adalah
perempuan, yang berasal dari Australia, Amerika, dan China. Terinspirasi dari
buku Liz, panggilan Elizabeth Gilbert, ‘Eat, Pray, Love’, pengunjung ingin
mendapatkan keseimbangan jiwa dari sugesti positif yang dituturkan sang guru
spiritual.

Pada awal Januari 2012, Liyer menceritakan bahwa selain dikirimi buku, dirinya
suka dikirimi surat oleh Liz. Bahkan Liz, dalam suratnya, menceritakan episode
terbaru hidupnya, yang tak ada dalam buku ‘Eat, Pray, Love’.

Selain
dikirimi surat oleh Liz, Ketut rupanya juga dikirimi lonceng. 3 Lonceng dari
Liz pun dikeluarkannya, dibunyikan salah satunya, diputar-putar dengan tangan
kirinya dan dihentikan dengan menangkupkan lonceng di tangan kanan. Ketika itu,
Liyer sudah berusia 96 tahun, namun wajahnya masih terlihat lebih muda, seperti
umur 70 tahun.

Pekak
Liyer menghembuskan napas terakhir pada Rabu 8 Juni 2016. Ia meninggal
dunia pada usia 100 tahun di Rumah Sakit Surya Usada pukul 22.45 Wita.

Anak
semata wayang dari Pekak Liyer yakni I Nyoman Latra mengatakan jika pahlawan
pariwisata Bali ini sudah mengalami sakit-sakitan sejak 1,5 tahun sebelumnya.

Pekak Liyer kerap
mengeluhkan diri sering lupa dan mudah kecapekan. Sejak saat itu pula,
kegiatan malianin atau mengobati dan konsultasi diserahkan sepenuhnya
kepada I Nyoman Latra.

“Kami
sangat kehilangan sosok bapak. Beliau selalu berpesan pada saya agar selalu
melakukan apa yang dia telah lakukan (menjadi balian). Kalau tidak dilakukan,
katanya dia akan sengsara di dunia akhirat. Ini amanat yang berat, tapi tentu
saya akan jalankan secara tulus ikhlas,” kata Latra seperti dikutip dari Tribun
Bali.

Latra
menceritakan kisah masa lalu Pekak Liyer. Liyer diketahui mengawali
karir sebagai jro balian sejak masih berumur 15 tahun. Dalam keluarga I Ketut
Liyer, menggeluti profesi sebagai balian merupakan tradisi turun temurun. Selain
menjadi balian, Pekak Liyer juga memiliki hobi yoga dan melukis
pewayangan.

Dilansir
dari Tribun Bali, lukisan Pekak Liyer sangat
disukai oleh wisatawan. Karena lukisannya inilah, warga negara asing
mengenal Pekak Liyer dan kemudian juga berobat serta
berkonsultasi mengenai masalah non-medis. Lambat laun, sayup-sayup nama Pekak Liyer pun
mulai dikenal hingga ke luar negeri.

Ketika
masa-masa awal menjadi balian, jumlah pasiennya rata-rata hanya 10 orang dalam
sehari. Pasien dengan jumlah ini berlangsung hingga berpuluh-puluh tahun.

Namun
nasib berkata lain. Kehidupan Pekak Liyer pun berubah drastis sejak film Eat Pray Love ditayangkan.
Warga dari setiap belahan dunia menyambangi kediaman Pekak Liyer

Saat Liyer menghembuskan napas terakhirnya, banyak karangan bunga ucapan duka
mengalir ke kediamannya di Ubud. Selain warga lokal dan kerabat, warga negara asing
pun ikut menangis mendengar kepergiannya.

Warga
negara asing dan masyarakat lokal yang datang ke rumah mendiang Pekak Liyer,
sebagian menunjukkan raut muka sayu. Bahkan, tidak sedikit yang menangis
tersedu-sedu, mengingat jasa-jasa Pekak Liyer terhadap mereka.

Prosesi
makingsan ring gni untuk jenazah Pekak Liyer ini dilaksanakan di Setra Desa
Adat Pengosekan, pada Jumat 10 Juni 2016 sekitar pukul 12.00 Wita. 
(TB)

 

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!