Mistis! Di Bali Presiden Soekarno Dianggap Penjelmaan Dewa Wisnu, Penyelamat Kekeringan, Kok Bisa?

Author:
Share
Ist

Soekarno
atau Bung Karno merupakan presiden pertama Republik Indonesia dan juga disebut
sebagai bapak bangsa dan bapak proklamator. Ia memiliki kharisma yang luar
biasa. Pidatonya mampu membangkitkan semangat dan ibunya berasal dari Bali
yakni Nyoman Rai Srimben atau Ida Ayu Nyoman Rai Srimben.

Dibalik
semua itu, ada kisah unik dan mistis Bung Karno di Bali. Bahkan masyarakat Bali
dulu ada yang percaya jika Bung Karno merupakan penjelmaan dari Dewa Wisnu.

Dilansir
dari iNews.id, seorang wartawan asal Amerika yang dekat sang proklamator yakni
Cindy Adams, mengungkap bahwa ada kisah mistis Bung Karno yang diyakni masyarakat
Pulau Dewata.

Dalam
buku ‘Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia’ yang ditulis Cindy Adams
dan diterbitkan tahun 2007 dituliskan bahwa, “Di Pulau Bali, orang percaya
bahwa Soekarno adalah penjelmaan kembali Dewa Wisnu, dewa hujan dalam agama
Hindu.” 

Kisah
mistis Bung Karno ini tentu tidak bisa dilepaskan dari hubungan batin yang
kuatnya dengan orang Bali. Soekarno lahir dari pasangan Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai Srimben, perempuan asal Bali.

Di
buku itu, Bung Karno berkata, “Setiap kali aku datang ke tempat istirahat
yang kecil, yang aku rencanakan dan bangun sendiri di luar Denpasar (Istana
Tampaksiring), kedatanganku bagi mereka berarti hujan, bahkan di tengah musim
kemarau sekalipun.”

“Orang
Bali yakin, aku membawa pangestu kepada mereka. Saat terakhir aku terbang ke
Bali, mereka sedang mengalami musim kering. Begitu aku mendarat, air tercurah
dari langit. Jujur, aku mengucapkan syukur kepada Sang Maha Pencipta, bila
turun hujan selama aku tinggal di Tampaksiring,” sambung Bung Karno.

Datangnya
Bung Karno di Bali seakan menjadi berkah bagi petani Desa Singapadu, Gianyar.
Pada pertengahan tahun 1960-an itu, mereka tengah berkumpul di salah satu sawah
warga. Ada yang beda di hari itu. Di saat desa masih masuk musim kemarau,
mendung menyelimuti seharian.

“Bapak
dan yang lain saling saling bertanya, apakah Bung Karno sedang berada di
Bali,” ujar Wayan Dibia yang ketika itu ikut ayahnya membantu menggarap
sawah. 
Dia
menuturkan, Bung Karno biasanya menghabiskan waktu dua sampai tiga hari saat
berada di Bali, tepatnya di Istana Tampaksiring. Selama itu pula, langit Bali
diselimuti mendung hingga turun hujan.

Dibia
juga mengisahkan pengalamannya ketika bersama teman-temannya sekolah dasar (SD)
diperintah sekolah menyambut rombongan Presiden Soekarno yang akan melintasi
Jalan Raya Batubulan Gianyar.

Para
guru dan siswa lalu berangkat dengan jalan kaki sekitar 10 kilometer dari
sekolah mereka di Singapadu menuju Batubulan. Setibanya di jalan raya, mereka
lalu membentuk pagar betis.

Di
saat menunggu rombongan presiden lewat, hujan lebat turun. Hari itu, mendung
memang sudah menyelimuti sejak pagi. “Dengan seragam sekolah basah kuyup,
semua tetap berdiri di pinggir jalan sambil mengibarkan bendera di
tangan,” ujar Dibia.

Dibia
yang kini telah pensiun sebagai guru besar Institut Seni Indonesia (ISI)
Denpasar itu masih ingat betul, beberapa menit sebelum iring-iringan rombongan
Presiden Soekarno akan melintas, hujan tiba-tiba saja terhenti. “Mobil
presiden dan rombongan tidak terlihat basah saat melintas,” ungkapnya.

Sementara
itu, dilansir dari Priangantimurnews, dikatakan jika Soekarno dan masyarakat
Bali adalah dua aspek yang saling mendukung. Sebagai keturunan Bali dari pihak
ibunya. Soekarno sangat dekat dengan orang Bali dan dipenuhi dengan misteri dan
mitos.

Masyarakat
Bali begitu mengagumi sosok Soekarno bukan semata karena ia adalah putra
keturunan Bali, melainkan juga karena kepiawaian dan rekam jejaknya untuk
Republik Indonesia.

Soekarno
dianggap sebagai sosok yang hebat dan memiliki pengetahuan luar biasa
dibandingkan tokoh founding father lainnya. Ia digambarkan sebagai pribadi yang
mampu menghadapi tekanan dan tantangan yang terus mengepung dirinya.

Sejak
kecil hingga dewasa, kekaguman inilah yang membuat masyarakat Bali
mengidentifikasi sosok Soekarno sebagai titisan Dewa. Masyarakat setempat
mempercayai bahwa Soekarno adalah titisan Batara Wisnu. Soekarno memang
terlahir ke dunia untuk menyelamatkan bangsa Indonesia dari kekangan
penjajahan.

Soekarno
memang dikenal heroik dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Perjalanan
dirinya sebagai pejuang telah membuktikan semuanya. Oleh karenanya, Soekarno
dianggap sebagai sosok penyelamat.

Persepsi
masyarakat tentang Soekarno sebagai penyelamat ternyata tidak hanya berkaitan
dengan konteks perjuangan kemerdekaan, namun juga kepercayaan bahwa ia adalah
jelmaan Dewa Wisnu.

Soekarno
menuturkan bahwa kedatangannya ke Bali terakhir kali terjadi di waktu musim
kemarau panjang. Tentu, tidak ada yang menyangka kalau hujan akan turun pada
saat seperti itu. Akan tetapi, kedatangan Soekarno justru di sambut curahan
hujan yang begitu deras.

Tentu,
sebagai sosok yang mengerti agama, Soekarno tidak lupa bersyukur kepada Tuhan
atas curahan rahmatnya tersebut. Ia bersyukur pada yang maha kuasa atas
turunnya hujan di Tampaksiring. Soekarno pun menyadari bahwa kedatangannya yang
berbarengan dengan hujan merupakan sebuah misteri dari Tuhan.

Dilansir
dari Tempo.co, mantan Gubernur Bali I Made Mangku Pastika kagum dengan presiden
pertama Indonesia, Soekarno. Saat membuka Pameran Foto Dokumentasi Bung Karno
“Aku Melihat Indonesia”, Rabu 21 Juni 2011, Pastika mengatakan Bung Karno,
panggilan akrab Soekarno, adalah seorang titisan Batara Wisnu.

“Di
masa penjajahan, beliau tampil tanpa rasa rendah diri di hadapan penjajah
Belanda dan melawan dengan kecerdasannya,” ujarnya. “Keyakinan
pribadi saya, beliau adalah seorang Batara yang diturunkan ke bumi untuk
mengilhami bangsa ini.”

Pastika
juga bangga karena Bung Karno masih memiliki darah sebagai orang Bali. Bahkan,
sejak kecil ia terobsesi oleh kepintaran Bung Karno yang menguasai berbagai
bahasa. Adalah Soekarno pula yang telah menggali Pancasila dari nilai-nilai budaya
bangsa. “Padahal, beliau adalah seorang sarjana teknik dan bukan seorang
ahli ilmu budaya,” katanya.

Warisan
Pancasila itu kemudian menjadi tolok ukur eksistensi bangsa karena setiap kali
bergeser dari ideologi, maka bangsa Indonesia akan mengalami perpecahan.
Seperti saat ini, kata Pastika, penyimpangan Pancasila menimbulkan ancaman
perpecahan bangsa, ditambah dengan ketidakadilan sosial dimana-mana.

Kalau
pun di masa akhir sebagai presiden, sejarah Soekarno tampak menjadi gelap,
menurut Pastika, adalah hal yang wajar dalam perkembangan manusia.
“Apalagi ada kesengajaan untuk digelapkan,” sebutnya.

Pameran
yang berlangsung di Wantilan Gedung DPRD hingga 24 Juni 2011 memamerkan 53 foto
koleksi Ananda Prabowo, putri Megawati Soekarnoputri. Foto-foto menunjukkan
perjalanan perjuangan Soekarno sejak masih menjadi pelajar hingga masa
penahanan di sejumlah lokasi. Selain itu, juga menunjukkan foto di masa
jayanya. (TB)

 

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!