Pagerwesi
dirayakan oleh umat Hindu di Bali setiap enam bulan atau 210 hari sekali. Hari
raya ini merupakan rangkaian dari Hari Raya Saraswati atau hari turunnya ilmu
pengetahuan.
dirayakan oleh umat Hindu di Bali setiap enam bulan atau 210 hari sekali. Hari
raya ini merupakan rangkaian dari Hari Raya Saraswati atau hari turunnya ilmu
pengetahuan.
Hari
Raya Pagerwesi ini dilaksanakan pada Rabu atau Buda Kliwon wuku Sinta. Dan pada
saat ini, di Bali ada libur lokal untuk sekolah dan juga kantor-kantor
pemerintahan. Beberapa masyarakat di Bali menyebut Pagerwesi dengan sebutan
Pegorsi.
Raya Pagerwesi ini dilaksanakan pada Rabu atau Buda Kliwon wuku Sinta. Dan pada
saat ini, di Bali ada libur lokal untuk sekolah dan juga kantor-kantor
pemerintahan. Beberapa masyarakat di Bali menyebut Pagerwesi dengan sebutan
Pegorsi.
Saat
Pagerwesi merupakan hari untuk pemujaan kepada Sang Hyang Pramesti Guru. Hal
ini disebutkan dalam Lontar Sundarigama. Kutipannya yaitu: Buda Kliwon, ngaran Pagerwesi, Sang Hyang Pramesti Guru, sira
mayoga, kairing dening watek dewata nawasanga, gawerdiaken uriping sarwa
tumitah, tumuwuh maring bhuana kabeh, irika wenang sang sedaka mengarga puja
parikrama, pasang lingga, ngarcana padue Ida Betara Parameswara.
Pagerwesi merupakan hari untuk pemujaan kepada Sang Hyang Pramesti Guru. Hal
ini disebutkan dalam Lontar Sundarigama. Kutipannya yaitu: Buda Kliwon, ngaran Pagerwesi, Sang Hyang Pramesti Guru, sira
mayoga, kairing dening watek dewata nawasanga, gawerdiaken uriping sarwa
tumitah, tumuwuh maring bhuana kabeh, irika wenang sang sedaka mengarga puja
parikrama, pasang lingga, ngarcana padue Ida Betara Parameswara.
Kurang
lebih, kutipan lontar ini memiliki arti, pada hari Rabu (Buda) Kliwon wuku
Sinta, diaebut dengan Pagerwesi, saat hari raya ini yang dipuja yaitu Sang
Hyang Pramesti Guru atau Siwa dan diiringi oleh Dewata Nawasanga. Tujuannya yaitu
untuk menyelamatkan segala makhluk yang lahir dan tumbuh di alam ini. Oleh
karena itu patutlah para sulinggih melakukan pemujaan untuk semua cipataan
Bhatara Prameswara.
lebih, kutipan lontar ini memiliki arti, pada hari Rabu (Buda) Kliwon wuku
Sinta, diaebut dengan Pagerwesi, saat hari raya ini yang dipuja yaitu Sang
Hyang Pramesti Guru atau Siwa dan diiringi oleh Dewata Nawasanga. Tujuannya yaitu
untuk menyelamatkan segala makhluk yang lahir dan tumbuh di alam ini. Oleh
karena itu patutlah para sulinggih melakukan pemujaan untuk semua cipataan
Bhatara Prameswara.
Ni
Kadek Putri Noviasih sebagaimana dikutif dalam artikel Hakikat Pagerwesi dan Kaitannya dengan Catur Purusa Artha yang dimuat
di website PHDI menyebut Pagerwesi memiliki artinya pagar dari besi yang
melambangkan suatu perlindungan yang kuat. Sehingga oleh masyarakat Bali,
banyak disebut sebagai hari untuk memagari diri atau magehang awak dengan
pengetahuan.
Kadek Putri Noviasih sebagaimana dikutif dalam artikel Hakikat Pagerwesi dan Kaitannya dengan Catur Purusa Artha yang dimuat
di website PHDI menyebut Pagerwesi memiliki artinya pagar dari besi yang
melambangkan suatu perlindungan yang kuat. Sehingga oleh masyarakat Bali,
banyak disebut sebagai hari untuk memagari diri atau magehang awak dengan
pengetahuan.
Sementara
dalam website babadbali.com disebutkan, saat Pagerwesi umat hendaknya melakukan
ayoga semadhi atau menenangkan hati serta menunjukkan sembah bhakti kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi. Selain itu, juga menghaturkan banten di Sanggar Kemimitan maupun
persembahan Sang Panca Maha Butha.
dalam website babadbali.com disebutkan, saat Pagerwesi umat hendaknya melakukan
ayoga semadhi atau menenangkan hati serta menunjukkan sembah bhakti kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi. Selain itu, juga menghaturkan banten di Sanggar Kemimitan maupun
persembahan Sang Panca Maha Butha.
Terkait
banten atau upakara yang dihaturkan termuat dalam Lontar Sundarigama yaitu: Widi-widinania daksina, suci asoroh, peras
ajuman panyeneng, sesayut panca lingga, canang wangi, saha rake runtutania,
aturakna ring sanggar kamulan. Kunang ring samania wang sesayut pageh urip,
abesik prayascita, ring tengah wangi pasangane yoga semadhi. Muah pecaru ring
sang panca maha buta, sega warna anut ance desa ring natar sanggah, muah segeh
agung abesik, kunang ring wara.
banten atau upakara yang dihaturkan termuat dalam Lontar Sundarigama yaitu: Widi-widinania daksina, suci asoroh, peras
ajuman panyeneng, sesayut panca lingga, canang wangi, saha rake runtutania,
aturakna ring sanggar kamulan. Kunang ring samania wang sesayut pageh urip,
abesik prayascita, ring tengah wangi pasangane yoga semadhi. Muah pecaru ring
sang panca maha buta, sega warna anut ance desa ring natar sanggah, muah segeh
agung abesik, kunang ring wara.
Adapun
sarananya berdasarkan lontar tersebut yaitu sesayut pageh urip satu buah, serta
prayascita. Saat tengah malam, dilakukan yoga samadhi atau renungan suci. Selain
itu, juga ada persembahan untuk unsur panca maha butha berupa segehan lima
warna, sesuai dengan kelima arah mata angin yang dihaturkan di natar sanggah,
dan disertai dengan segehan agung satu buah.
sarananya berdasarkan lontar tersebut yaitu sesayut pageh urip satu buah, serta
prayascita. Saat tengah malam, dilakukan yoga samadhi atau renungan suci. Selain
itu, juga ada persembahan untuk unsur panca maha butha berupa segehan lima
warna, sesuai dengan kelima arah mata angin yang dihaturkan di natar sanggah,
dan disertai dengan segehan agung satu buah.
Pagerwesi
ini, akan diperingati dengan sangat meriah di Buleleng layaknya Galungan.
Bahkan beberapa di antara warga melakukan persembahan kepada pitara atau
munjung ke setra (kuburan).
ini, akan diperingati dengan sangat meriah di Buleleng layaknya Galungan.
Bahkan beberapa di antara warga melakukan persembahan kepada pitara atau
munjung ke setra (kuburan).
Pegiat
lontar, Sugi Lanus yang dikutif dari tatkala.co mengatakan meriahnya perayaan
Pagerwesi di Buleleng dikarenakan ada petuah dari tetua Buleleng yang
diwariskan turun-temurun yang mengamanatkan keturunannya untuk merayakan
Pagerwesi secara sungguh-sungguh sebagai “perayaan peneguhan lahir batin”.
lontar, Sugi Lanus yang dikutif dari tatkala.co mengatakan meriahnya perayaan
Pagerwesi di Buleleng dikarenakan ada petuah dari tetua Buleleng yang
diwariskan turun-temurun yang mengamanatkan keturunannya untuk merayakan
Pagerwesi secara sungguh-sungguh sebagai “perayaan peneguhan lahir batin”.
Sugi
Lanus juga menuliskan, Pagerwesi adalah hari khusus memagari diri dengan puja
dan persembahan banten Sesayut Pageh Urip (Sesaji Pagar Jiwa). Sedangkan
bagi pendeta, hari ini merupakan hari penegakan “diri sebagai Lingga”, ‘tubuh
niskala Hyang Siwa’, dengan sesaji Sesayut Panca Lingga (Sesaji
Lima Pilar Batin). “Ini hari khusus meneguhkan diri sulinggih menjadikan
“diri sebagai poros/pilar semesta” lewat ritual “memutar aksara Brahma”
atau ngarga dan mapasang lingga,” tulisnya. (TB)
Lanus juga menuliskan, Pagerwesi adalah hari khusus memagari diri dengan puja
dan persembahan banten Sesayut Pageh Urip (Sesaji Pagar Jiwa). Sedangkan
bagi pendeta, hari ini merupakan hari penegakan “diri sebagai Lingga”, ‘tubuh
niskala Hyang Siwa’, dengan sesaji Sesayut Panca Lingga (Sesaji
Lima Pilar Batin). “Ini hari khusus meneguhkan diri sulinggih menjadikan
“diri sebagai poros/pilar semesta” lewat ritual “memutar aksara Brahma”
atau ngarga dan mapasang lingga,” tulisnya. (TB)